Sebelum Final, Muhammadiyah Tegal Tolak Fatwa Haram Rokok

http://www.republika.go.id
Senin, 22 Maret 2010, 12:14 WIB
Smaller
TEGAL–Pengurus Daerah (PD) Muhammadiyah Kota Tegal, Jawa Tengah, menolak kebijakan fatwa mengharamkan merokok karena keputusan ini belum final dan masih sebatas fatwa.

“Kami telah meminta pada masyarakat jangan mengambil sikap terlebih dahulu sebelum ada putusan resmi dari Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid,” kata Ketua PD Muhammadiyah Kota Tegal, Mursalin, Senin 922/3).

Pada prinsipnya, PD Muhammadiyah akan sami`na wa atho`na atas putusan PP Muhammadiyah. Namun, kebijakan larangan merokok hingga kini masih sebatas fatwa dan belum mencapai final.

“Yang jelas, kami belum bersikap tentang fatwa itu karena yang berwenang terhadap masalah itu adalah majelis tarjih dan tajdid,” katanya.

Menurut dia, dalam aturan lembaga Muhammadiyah menyatakan bahwa hukum agama ada tiga tingkat, yaitu wacana tarjih, fatwa tarjih, dan putusan tarjih. “Haramnya merokok `kan baru sebatas fatwa dan kami akan bersikap setelah ada putusan final,” katanya.

Sekretaris PD Muhammadiyah Kota Tegal, Kaharudin, mengatakan bahwa PD Muhammadiyah Kota Tegal hingga kini belum menerima tembusan fatwa haram merokok dari PP Pusat Muhammadiyah. Namun secara prinsip, kata dia, PD Muhammadiyah akan mengikuti kebijakan dan putusan dari PP Muhammadiyah.

Ia memperkirakan keputusan haram atau tidaknya merokok diputuskan pada pertengahan April 2010, atau pada saat majelis tarjih dan tajid melaksanakan muktamar di Malang, Jawa Timur
Red: ajeng

Kampanye “Cinta Islam” Lewat Fashion


http://www.republika.go.id
Senin, 22 Maret 2010, 16:16 WIB
BERLIN–Tak perlu demonstrasi turun ke jalan untuk meneriakkan pembelaan atas Islam dan memerangi Islamophobia. Komunitas Muslim di Witten, Jerman punya cara unik untuk itu: promosi Islam lewat fashion. Mereka menjual aneka fashion yang kini digandrungi anak muda dengan pesan-pesan damai.

Maka jangan kaget saat berjalan-jalan di area publik di Witten, Anda akan menemukan anak muda setempat dengan kaus bertulis “Terrorism has no religion”. Atau di belakang kaus perempuan berjilbab bertuliskan “Hijab. My right. My choice. My life.”

Fashion yang semula ditujukan untuk komunitas Muslim ini, belakangan juga digandrungi anak muda Witten non-Muslim. Kaus bertulis penegasan Islam yang anti-terorisme lah yang paling laris manis. “Sungguh di luar dugaan,” ujar Melih Kesman, sang desainer, seperti dikutip Washington Times.

Ide pembuatan fashion cinta Islam muncul tahun 2006, saat dunia ramai-ramai menghujat kartun Nabi Muhammad di Denmark. Bersama beberapa rekannya, Melih Kesman memikirkan cara mengekspresikan Islam yang ramah tanpa melalui “cara yang tidak ramah”. Maka lahirlah ide itu.

Kesmen, imigran asal Turki yang besar di Jerman, memilih fashion sebagai media ekspresi. Alasannya sederhana, “Semua orang berpakaian.”

Semula, pria yang sehari-hari berprofesi sebagai desainer kaca mata ini hanya membuat kaus, topi, dan ikat kepala ala anak muda dengan tulisan I Love My Prophet. Belakangan, banyak permintaan agar ia membuat versi lain yang berisi pesan-pesan damai Islam.

Ia dan komunitasnya menjadi “model berjalan”. Dengan cara ini, dagangannya laris manis. “Kerap dicegat orang di jalan dan menanyakan dimana saya mendapatkannya,” ujarnya tergelak.

Ia lantas membuat banyak varian. Tak hanya kaus dan topi, tapi juga penutup kepala, ikat tangan, hingga perlengkapan kasual anak muda lainnya. Fokusnya tetap pada tulisan-tulisan yang mengkampanyekan Islam yang ramah.

Tak sampai tiga tahun, ide Kesman sudah mewabah di seluruh kota. Penggemarnya tak hanya kalangan Muslim, tapi juga non-Muslim. Untuk mereka, ia membuat desain dengan tulisan berbeda. Isinya tentang pesan-pesan toleransi dan multikultural. “Bahkan ada yang meminta desain untuk anak balita mereka,” ujarnya. Wah…

Quantum ikhlas. IKHLAS Mengundang Kemudahan HIDUP


“jika Ikhlas Sudah Menjadi kebiasaan, jangan heran kalu hidup menjadi penuh kedamaian dan kasih saying, juga penuh kedamaian dan kasih saying, juga kemudahan dan berbagai kejaiban”.

Oleh Wahyu hidayat :: Readers Digest Indonesia

Dengan tersenyum, seorang pria yang tinggal di sebuah kompleks perumahan di Jakarta merelakan dan mengikhlaskan perasaanya begitu mendengar kabar sebuah mobilnya telah hilang dicuri. Dampaknya, ia justru mendapatkan ganti dua buahh mobil dan semuanya baru!

Dengan keikhlasan pemiliknya, sebuah rumah di Depok, Jawa Barat, yang disantroni kelompok pencuri selamat dari aksi penjarahan. Para pencuri tidak mengambil satupun barang yang ada di dalam rumah meski mereka sudah melihat bahkan memegangnya!

Seorang karyawati putus asa karena mendapatkan dua kali surat peringatan akibat target penjualan perusahaannya di Bekasi, Jawa Barat, sebesar Rp 1,5 milyar tidak pernah terkejar. Setelah ia ikhlaskan hatinya, keajaiban pun datang. Hingga setahun kemudian, ia berhasil memberi pemasukan ke perusahaan sebesar Rp. 80 milyar. Ia tak jadi dipecat dan justru dihadiahi berbagai bonus, seperti sebuah rumah, dua kali berangkat umrah, dan melanjutkan sekolah ke S2!

Ketiga kisah tersebut tidaklah mengada-ada. Semuanya merupakan kisah nyata yang dialami orang-orang yang telah menerapkan ’i|mu’ ikhlas dalam kehidupannya, ilmu yang sesungguhnya sudah diajarkan secara turun temurun oleh nenek moyang kita. Tentu kita tidak asing dengan saran seorang teman atau saudara ketika kita tertimpa masalah dengan melontarkan kalimat, “Sudah|ah, ikhlaskan saja …. ”

Kalau mau digali, sebenarnya kalimat itu bermakna sangat dalam. “Ketika masalah mendatangi kita dan kita bersedia mengikhlaskan perasaan kita terhadap masalah tersebut, maka Tuhan akan memberikan solusi untuk kita,” kata Erbe Sentanu, pendiri Katahati Institute, lembaga pengembangan diri di Jakarta. Dan kalau Tuhan memberikan solusi, kata Erbe, maka solusinya bisa datang secara tidak terduga, atau dengan kata Iain, ajaib. Inilah yang terjadi dalam ketiga c0nt0h kasus di awal tulisan ini.

Erbe menegaskan, jalan keluar atau kemudahan tersebut memang sudah dijaminkan oleh Tuhan yang Dia tuangkan di sebuah surat dalam Alquran yang kira-kira berbunyi,“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. 65:2-4)

Ikhlas sendiri, bagi Erbe, memiliki arti keterampilan menyerahkan segala urusan kehidupan kepada Tuhan berlandaskan keyakinan dan kepasrahan atas kekuatan-Nya. Seperti saat kita mau menumpang pesawat terbang karena kita yakin bahwa sang pilot (yang tidak pernah kita lihat) akan mengantarkan kita selamat sampai ke tujuan. Sayang, di zaman yang serba cepat dan penuh kompetisi ini, keterampilan tersebut sudah terpinggirkan. Akibatnya, selain semakin banyaknya manusia stres, krisis demi krisis terus terjadi.

KEAJAIBAN IKHLAS ITU ILMIAH

Bagi kita, bangsa Indonesia, ikhlas bukanlah merupakan hal yang baru. Menurut Erbe, ini karena ikhlas sudah merupakan fitrah manusia sejak dilahirkan di dunia. Dan nenek moyang kita tahu itu sehingga muncullah ajaran-ajaran untuk selalu ikhlas. R.M.P. Sosrokartono, kakak kandung RA Kartini, misalnya, terkenal dengan salah satu ajarannya, trimah mawi pasrah (menerima dengan pasrah), yang mencakup “ikhlas terhadap apa yang terjadi, nlenerima apa yang dijalani, dan pasrah terhadap apa yang akan ada.”

First Lady pertama RI, Fatmawati Soekarno, sewaktu menunaikan ibadah ke Tanah Suci untuk terakhir kalinya, pergi bertiga dengan istri-istri musuh politik Bung Karno. Ketika akhirnya meninggal di Malaysia pun, ia ditunggui mereka bertiga. Menariknya, ketika Bung Karno meninggal, yang menyalatkan jenazahnya adalah Buya Hamka, orang yang pernah dijebloskannya ke dalam penjara. Kita bisa menarik pelajaran bagaimana konflik bisa terselesaikan dengan manis melalui keikhlasan hati yang ditunjukkan semuapihak yang memiliki hati yang besar.

Kalau benar-benar kita amati, selain ikhlas, keajaiban atau kejadian yang sulit dipercaya, juga bukan hal yang aneh. Sebetulnya kita sering atau pernah mengalami. Dan jika diperhatikan, keajaiban tersebut biasanya terjadi saat kita sudah menyerah kepada keadaan. Ini karena ketika kita menyerah, biasanya kita memasrahkan semuanya kepada Tuhan dan ikhlas apa pun yang terjadi. “Maka, saat itulah Tuhan memberikan solusinya secara tidak diduga-duga seperti yang Dia janjikan,” kata Erbe.

Sesungguhnya, tandas Chief Facilitator berbagai pelatihan teknologi spiritual ini, ikhlas dan keajaiban itu adalah sebuah mekanisme alamiah yang ilmiah. llmu Fisika Kuantum menjelaskan bahwa semua benda di alam semesta ini, baik yang tampak mau-pun yang tidak, bahan bakunya sama, berupa vibrasi energi yang memiliki kecerdasan dan kesadaran yang hidup yang disebut quanta. Kalau dilihat melalui mikroskop nuklir, benda-benda padat yang ada di sekeliling kita sama sekali tidak terlihat padat, tapi hanya berupa rongga berisi getaran quanta.

Salah satu hukum Fisika Kuantum juga menyebutkan bahwa tingkah Iaku partikel yang berubah-ubah dari benda padat menjadi getaran vibrasi dan sebaliknya itu sangat tergantung dari niat penelitinya. Ini bisa berarti bahwa semua benda yang Anda Iihat merupakan susunan energi quanta yang tercipta oleh kerja pikiran dan perasaan kita sendiri.

Hal itu sesuai dengan hukum semesta, Law ofAttraction, yang menyebutkan, setiap energi akan menarik energi yang sejenis. Dan karena pikiran dan perasaan itu bahan dasarnya adalah juga quanta, maka keduanya akan menarik apa yang kita pikirkan atau rasakan.

Ini pula yang terjadi ketika seseorang sedang mengikhlaskan perasaan nya terhadap masalah yang tengah dihadapinya. Ia sedang menyelaraskan pikiran dan perasaannya dengan kehendak Ilahi di level kuantum untuk menarik apa yang ia inginkan tersebut. “Maka, solusi yang kemudian hadir itu sebenarnya karena ‘kita undang’, bukan tanpa sebab apalagi ajalb,” jelas penulis buku Iaris Quantum lkhlas dan The Science and Miracle of Zona lkhlas ini.

Tentu saja, Erbe melanjutkan, “keajaiban” itu akan hadir kalau kita mampu menciptakan kondisi ikhlas di hati kita dengan cara mengakses zona ikhlas yang ada di dalamnya. Zona ikhlas ini adalah wilayah di dalam hati yang bersifat kuantum yang diyakini para ilmuwan sebagai sumber , segala hal yang dibutuhkan umat manusia. Dalam ilmu pengetahuan, zona ini disebut dengan berbagai nama, seperti Zero Point Field, The Field, Divine Matrix, atau Unified Field.

Lynne McTaggart, peneliti yang menulis buku The Intention Experiment, menyebutkan adanya ruang kosong di alam kuantum di mana semua energi dilahirkan. Ia menamakan nya, Zero Point Field.

Sama dengan Lynne, Gregg Braden dalam bukunya, Divine Matrix, menunjukkan bahwa di dalam Matrix Ilahi itu tersimpan blue print semua ciptaan dalam bentuk ‘benih’ segala kemungkinan yang belum mewujud — balk maupun yang buruk, tergantung pikiran, perasaan, atau niat kita. Jadi, Erbe menegaskan, Zero Point Field, Divine Matrix, atau Zona Ikhlas inilah yang perlu kita akses dan olah dengan pikiran, perasaan, dan doa-doa yang positif untuk membuat perubahan di dalam kehidupan.

MENGAKSES ZONA IKHLAS

Untuk memasuki Kona Ikhlas, Erbe menyarankan brainwave management atau pengaturan gelombang otak agar mendapatkan gelombang yang sesuai dengan gelombang di Zona Ikhlas tersebut. Bila dlrekam dengan alat perekam gelombang otak, EEG (elektroensefalogram), otak terlihat memancarkan gelombang sesuai kondisi jiwa seseorang. Gelombang tersebut dibagi menjadi:

* Beta (14—i0oHz): kita berada dalam kondisi sadar penuh, konsentrasi, otak didominasi logika.
* Alpha (8-13,9Hz): kondlsl relaks, lstlrahat, nyaman, medltatli bahagla.
* Theta (4—;9Hz): kondlsl medltatif yang leblh dalam, khusyuk, domlnasl lntuisl.
* Delta (o,1—3,9Hz): kondlsl tldur lelap tanpa mimpl, tldak sadar; tidak merasakan punya badan.

Dari keempat gelombang otak tersbut, Alpha dan Theta merupakan plntu masuk ke bawah sadar (dunia kuantum) dI mana Zona Ikhlas Itu terletak. Untuk mencapal gelombang Alpha dan Theta, Erbe menjelaskan, maka otak perlu dllstirahatkan dengan cara relaksasl atau medltasi. Caranya, dengan menstimulir panca Indra kIta. Untuk Indra peraba, blsa dilakukan pemIjatan, sedangkan untuk Indra penglihatan klta melakukannya dengan melihat dan menikmati keindahan. Sementra untuk Indra pengecapan, blsa dilakukan dengan berpuasa, Indra pencluman blsa di Iakukan dengan aromaterapi, serta Indra pendengaran, klta blsa melakukannya dengan mendengarkan Irama alam atau metode terapl musik.

Begitu klta merasakan relaks, nyaman, dan perasaamperasaan posItIf Ialnnya, Itu artlnya otak kIta. sedang dlpenuhl gelombang Alpha. Inllah saat yang tepat bagi kita untuk memberslhkan piklran dan perasaan negatif, trauma atau memorl yang tersimpan di bawah sadar dan menggantlkannya dengan semua hal yang posltlf sehingga tercapallah kondisl ikhlas itu.

Tanda-tanda kelkhlasan Itu adalah kalau klta sudah mampu mengubah perasaan negative tersebut menjadl perasaan nyaman, damal, clnta, syukur dan bahagla. Bralnwave management juga blsa dllakukan dengan menggunakan teknologi terkini, yaItu audio bralnwave, yang kinl sudah mu|aI banyak dlgunakan dI Indonesia. Ini adalah teknologi digital yang dapat memudahkan penggunanya memasuki gelombang Alpha atau Theta secara otomatis melalul suara atau musik. Suara atau muslk itu direkam dalam sebuah compact dlsc (CD) dan dIsIsIpI frekuensl tertentu yang akan melakukan slnkronisasl dengan gelombang otak penggunanya sehlngga tercapallah kondlsi relaks atau medltatif yang dIIngInkan. “JIka menerapkan Ikhlas sudah menjadi suatu keblasaan, maka jangan heran jlka hasll akhlrnya adalah hldup yang tldak hanya penuh kedamaian dan kasih sayang, tapI juga kemudahan dan berbagal keajaIban,” ujar Erbe. Sungguh menyenangkan. Mau? I

tradisi iblis “saya lebih baik daripada dia”


by budi.s

kata “ana khairun minhu” atau “aku lebih baik dari dia” pertama kali diucapkan iblis untuk menunjukkan ketakaburannya untuk sujud kepada Nabi Adam a.s., tapi iblis tidak mau. ia beralasan “Ia beralasan aku lebihh baik dari dia, Kau ciptakan aku dari api, dan kau ciptakan dia dari tanah” takabur yang dilakukan oleh iblis pertama kali itu adalah takabur karena nasab, takabur karena keturunan.
menurut Al-Ghazali, diantara beberapa faktor yang menyebabkan orang menjadi takabur dan berfikir “aku lebi baik daripada dia”, adalah nasab. iblis adalah tokoh takabur karena nasab yang paling awal. kebanggaan kebanggaan atau kesombongan karena nasab ini pernah menjadi satu sistem kemasyarakatan yang membagi masyarakat dalam masyarakat feodal. feodalisme adalah sistem kemasyarakatan yang membagi masyarakat berdasarkan keturunannya. sebagian masyarakat disebut darah dan sebagian lagi berdarah merah.
jadi jangan pernah merasa bangga dengan kedarahan yang biru, merah, kuning, hijau, kuning, pink atau yang lainnya, karena kesombongan atas nama keturunan adalah tradisi iblis.

disadur dari buku ‘the road to Allah” kang jalal

PARA PEMBACA TUHAN


Tuhan ada di dalam langkah
Tuhan ada di dalam darah
Tuhan ada di mana-mana
Tuhan ada dan menyatu di dalam diri
Konon, sebuah tim astronot Amerika mencari Tuhan di bulan. Mereka datang dengan sebuah pesawat dengan motivasi mencari sebuah kehidupan baru dan sekaligus mencari Tuhan. “Apakah betul Tuhan ada di sana” Tanya ketua tim pemberangkatan. Tidak ada sesuatu yang dapat membawa mereka kepada sebuah kesimpulan mengenai keberadaan Tuhan. Tidak ada tanda-tanda Tuhan di bulan. Apalagi mencari wujud Tuhan seperti keinginan Nabi Musa di bukit Tursina. Mereka kecewa, lalu berkesimpulan bahwa Tuhan tidak ada. Seorang anggota tim yang cerdas kemudian menemukan cara menemukan Tuhan. “Buka baju astronotmu, lepaskanlah tabung oksigenmu dan keluarlah dari pesawat. Karena Tuhan hanya mau ketemu dengan manusia tanpa aksesori dari bumi!”, katanya. Usulan ini rupanya cukup jitu. Seorang kemudian memberanikan diri melakukannya. Ia keluar pesawat tanpa tabung oksigen. Lima menit kemudian napasnya tersengal-sengal. Ia mati di permukaan bulan. Astronot itu memang akhirnya “bertemu” Tuhan di alam baka.
Awal abad XIX seseorang mencari Tuhan di sebuah pasar. Si pencari datang ke pasar pada siang hari dengan membawa lentera. “Aku mencari Tuhan”, katang berulang-ulang. Orang-orang disekitarnya, yang kebetulan tidak percaya Tuhan mengejek dan tertawa terbahak-bahak. “Kenapa, apakah Tuhan tersesat?” kata seseorang. “Apakah Ia tidak tahu jalan seperti anak kecil?” kata yang lain. “Ataukah Ia bersembunyi? Takut pada kita? Apakah Ia sedang bepergian?”, timpal yang lain sambil mencemooh si pencari.
Si pencari bukan orang sembarangan. Dia-lah yang pertama kali memaklumatkan kematian Tuhan. “Tuhan sudah mati! Karena kita membunuhnya”, kata laki-laki itu. Ia kerap ke gereja dan menyanyikan lagu kematian Tuhan, requem acternam dea. Ia menganggap gereja sebagai kuburan Tuhan. Di kemudian hari, orang ini memberikan pengaruh besar terhadap filsafat dan teologi. Ia adalah Friedrich Wilhelm Nietzshe (1844-1900).
Teori Nietzshe tentang “kematian Tuhan” tidak menyurutkan orang untuk mencari Tuhan. Ilmuan modern yang hidup setelah Nietzshe, tidak mencari Tuhan di pasar lagi. Einstein mencari Tuhan di alam semesta dengan ilmu fisikanya. Dengan fisika, ia menuju bagian terdalam alam semesta. Baginya, tuhan tidak bermain dadu dalam menciptakan alam semesta ini. max Planck mencari Tuhan di alam yang lebih kecil, dalam partikel-partikel atomic. Partikel-partikel yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop, menampakkan keghaiban yang tiada tara. Karena pada alam yang paling kecil, tidak ada lagi benda-benda. Yang ada hanya energy dan keghaiban. Charles Darwin bahkan tidak ragu-ragu tentang keberadaan Tuhan.
Filosof benedict Spinoza (1632-1677) bahkan membangun filsafatnya dengan ide-ide ketuhanan. Misalnya ketika ia mengganti “Tuhan Transenden” dengan “Tuhan Imanen”. Termasuk disini dapat disebutkan filosof-filosof muslim seperti al-Kindi, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan lain-lain. Tak terkecuali, kelompokj teologi Asy’ariyah dengan konsep atomistiknya dan teori-teori geometric dari Umar Khayyam.
Pembacaan untuk menghadirkan Tuhan bukan pekerjaan yang dibangun kemarin sore. Para ahli yang meneliti mitos-mitos kuno menemukan bahwa secara sadar atau tidak, masyarakat telah membuat kodifikasi terhadap perasaan ketuhanan itu. Kodifikasi itu muncul daklam bentuk norma-norma spiritual dan social, ritus-ritus, dan etika sosial.
Psikolog Karl Gustaf misalnya mencatat bahwa kodifikasi itu berlanjut menjadi rujukan-rujukan utama dalam kehidupan. Misalnya, perjanjian baru dan perjanjian lama dalam agama Yudeo-Kristiani, Zarathustra Avesta pada orang Persia, al-Qur’an pada orang Islam, buku kematian (Book of Death) pada orang Mesir dan Tibet, Hesiod’s Theogini, Illiad, dan Odyssei dari Homerus, Virgil Aeneid, Sagus Keltik, Urartian di Armenia, Kojiki di Jepang, naskah-naskah Babylonia, mitos Ugaritik di Palestina dan Suriah, kitab Shi Ching di China, Rig Veda pada orang Hindu, kitab Mahabara dan Ramayana di India, dan lain-lain. Rujukan-rujukan ini telah menjadi bukti shahih bahwa manusia tidak pernah tuntas memanifestasikan apa yang dirasakannya sebagai naluri-naluri bertuhan (Pasiak, 2003:249-259)
Bahkan sampai hari, ketika dunia nyaris dihinggapi demam spiritual setelah sebelumnya kerasukan modernitas, tenggelam dan hanyut dalam gemerlap, hiruk pikuk kehidupan dunia yang ternyata menyebabkan manusia jatuh pada irasionalitas dan dehumanisasi yang mendalam. Orang-orang banyak mencari pemuas untuk ketenangan jiwa, alkoholisme, pergaulan bebas, bunuh diri, adalah bentuk-bentuk praktik pelarian dari kegamangan jiwa dan batin. Spiritualitas dan pencarian Tuhan Sang Adi Kuasa menjadi “kiblat” baru bagi penemuan hakikat kedirian manusia. Karena itu, bagaimana mengkonsruksi bangunan spiritual untuk hari ini (genarasi sekarang) dan masa yang akan datang…..?

disadur dari buku “Tasawuf Alam Tara, membaca alam, membaca diri dan membaca Tuhan”

“GENARASI TERDAHULU TELAH MEWARISKAN TRADISI UNTUK GENERASI MEREKA DAN GENERASI SETELAHNYA, MAKA KITA HARUS MEWARISKAN TRADISI UNTUK GENERASI KITA DAN GENARI YANG AKAN DATANG”
Budi.s

GERAKAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA


GERAKAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA
Oleh: Prof. Dr. HM. Atho’ Mudzhar
(Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama)
sumber : http://balitbangdiklat.depag.go.id

A. PENDAHULUAN

Istilah Islam liberal tadinya tidak terlalu dikenal dan diperhatikan orang di Indonesia. Apalagi jumlah pendukungnya hanya minoritas yang amat kecil. Istilah itu justru menjadi amat populer setelah dikeluarkannya fatwa MUI pada tahun 2005 yang menyatakan bahwa faham liberalisme adalah sesat dan menganut faham itu adalah haram hukumnya. Jadi, terlepas dari perdebatan tentang keabsahan fatwa itu, istilah Islam liberal di Indonesia justru dipopulerkan oleh pihak penentangnya. Memang terkadang suara merekapun nyaring bunyinya.

Arti kata Islam liberal tidak selamanya jelas. Leonard Binder, seorang guru besar UCLA, ketika menulis buku berjudul Islamic Liberalism (University of Chicago Press, 1988) memberinya arti “Islamic political liberalism” dengan penerapannya pada negara-negara Muslim di Timur Tengah. Mungkin di luar dugaan sebagian orang, buku itu selain menyajikan pendapat Ali Abd Raziq (Mesir) yang memang liberal karena tidak melihat adanya konsep atau anjuran negara Islam, tetapi juga membahas pikiran Maududi (Pakistan) yang tentu saja lebih tepat disebut sebagai tokoh fundamentalis atau revivalis.

Sebaliknya bagi Greg Barton, dalam bukunya berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia (Penerbit Paramadina, Jakarta, 1999) istilah “Islamic liberalism” nampaknya cukup jelas. Dalam bukunya yang berasal dari disertasi itu ia mengatakan bahwa Islam liberal di Indonesia adalah sama dengan pembaruan Islam atau Islam neo-modernis. Selanjutnya, dalam penelitian yang mengcover periode 1968-1980 itu, Barton membatasi diri pada pemikiran empat orang tokoh dari kaum neo-modernis, yaitu Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid.

Seperti diketahui, istilah neo-modernis berasal dari Fazlur Rahman, seorang tokoh neo-modernis muslim asal Pakistan yang terakhir menjadi Guru Besar studi keislaman di Universitas Chicago. Fazlur Rahman, sebagaimana dikutip Greg Barton, membedakan gerakan pembaruan Islam dalam dua abad terakhir kepada empat macam, yaitu: revivalisme Islam, modernisme Islam, neo-revivalisme Islam, dan neo-modernisme Islam. Dengan revivalisme Islam dimaksudkan gerakan pada abad ke-18 yang diwakili oleh Wahabiyyah di Arab, Sanusiyyah di Afrika Utara, dan Fulaniyyah di Afrika Barat. Sedangkan modernisme Islam di pelopori oleh Sayyid Ahmad Khan (W 1898) di India, Jamaluddin al-Afghani (W 1897) di Timur Tengah, dan Muhammad Abduh (W 1905) di Mesir. Adapun neo-revivalisme diwakili oleh Maududi dengan organisasinya yang terkenal, Jama’ati Islami, di Pakistan. Kemudian neo-modernisme Islam contohnya ialah Fazlur Rahman sendiri dengan karakteristik sintesis progresif dari rasionalitas modernis dengan ijtihad dan tradisi klasik (Greg Barton, 1999:9). Meskipun tipologi Fazlur Rahman ini dimaksudkan untuk seluruh dunia Islam, tetapi tipologi keempat diwakili juga oleh tokoh-tokoh Indonesia, khususnya empat orang yang disebutkan di atas.

Di Indonesia terdapat beberapa buku yang sering dinilai sebagai pendapat kelompok Islam liberal, dua diantaranya ialah buku Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (Jakarta, 2005) yang ditulis oleh Tim Pengarusutamaan Gender pimpinan Musdah Mulia dan buku Fiqih Lintas Agama (Jakarta: Paramadina, 2004). Kalau kita cermati isi kedua buku itu terlihatlah bahwa banyak pendapat dan argumen di dalam kedua buku itu yang sama atau mungkin diambil dari pikiran-pikiran Muhammad Syahrur, seorang sarjana teknik Syria yang pernah belajar di Moskow, tetapi kemudian mengarang banyak buku tentang Islam, diantaranya yang terkenal ialah Nahw Ushûl Jadîdah fî al-Fiqh al-Islâmî yang telah diterbitkan juga dalam bahasa Indonesia dengan judul Metodologi Fiqih Islam Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ, 2004). Ini berarti bahwa pemikiran Islam liberal Indonesia bukanlah original, tetapi pengaruh literatur internasional. Apalagi Fazlur Rahman memang adalah guru Nurcholish Madjid dan mempunyai hubungan dengan kaum pemikir Islam Indonesia. Pemikir Timur Tengah lain yang mempunyai pengaruh terhadap pemikiran Islam liberal di Indonesia khususnya mengenai penggunaan hermeneutik untuk memahami Al-Qur’an adalah Hamid Nasr Abu Zaid.

B. Islam Liberal di Indonesia (Era Orde Baru)

Sejak awal tahun 1970-an, bersamaan dengan munculnya Orde Baru yang memberikan tantangan tersendiri bagi umat Islam, beberapa cendekiawan Muslim mencoba memberikan respon terhadap situasi yang dinilai tidak memberi kebebasan berpikir. Kelompok inilah yang kemudian memunculkan ide-ide tentang “Pembaharuan Pemikiran Islam”. Kelompok ini mencoba menafsirkan Islam tidak hanya secara tekstual tetapi justru lebih ke penafsiran kontekstual. Mereka dapat digolongkan sebagai Islam Liberal dalam arti menolak taklid, menganjurkan ijtihad, serta menolak otoritas bahwa hanya individu atau kelompok tertentu yang berhak menafsirkan ajaran Islam.

Menurut Fachri Aly dan Bactiar Effendi (1986: 170-173) terdapat sedikitnya empat versi Islam liberal, yaitu modernisme, universalisme, sosialisme demokrasi, dan neo modernisme. Modernisme mengembangkan pola pemikiran yang menekankan pada aspek rasionalitas dan pembaruan pemikiran Islam sesuai dengan kondisi-kondisi modern. Tokoh-tokoh yang dianggap mewakili pemikiran modernisme antara lain Ahmad Syafii Ma`arif, Nurcholish Madjid, dan Djohan Effendi. Adapun universalisme sesungguhnya merupakan pendukung modernisme yang secara spesifik berpendapat bahwa, pada dasarnya Islam itu bersifat universal. Betul bahwa Islam berada dalam konteks nasional, tetapi nasionalisasi itu bukanlah tujuan final Islam itu sendiri. Karena itu, pada dasarnya, mereka tidak mengenal dikotomi antara nasionalisme dan Islamisme. Keduanya saling menunjang. Masalah akan muncul kalau Islam yang me-nasional atau me-lokal itu menyebabkan terjadinya penyimpangan terhadap hakikat Islam yang bersifat universal. Pola pemikiran ini, secara samar-samar terlihat pada pemikiran Jalaluddin Rahmat, M. Amien Rais, A.M. Saefuddin, Endang Saefudin Anshari dan mungkin juga Imaduddin Abdul Rahim.

Pola pemikiran sosialisme–demokrasi menganggap bahwa kehadiran Islam harus memberi makna pada manusia. Untuk mencapai tujuan ini, Islam harus menjadi kekuatan yang mampu menjadi motivator secara terus menerus dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Para pendukung sosialis-demokrasi melihat bahwa struktur sosial politik dan, terutama, ekonomi di beberapa Negara Islam termasuk Indonesia, masih belum mencerminkan makna kemanusiaan, sehingga dapat dikatakan belum Islami. Proses Islamisasi, dengan demikian, bukanlah sesuatu yang formalistik. Islamisasi dalam refleksi pemikiran mereka adalah karya-karya produktif yang berorientasi kepada perubahan-perubahan sosial ekonomi dan politik menuju terciptanya masyarakat yang adil dan demokratis. Adi Sasono, M. Dawam Rahardjo, serta Kuntowidjojo dapat dimasukkan dalam pola pemikiran ini.

Sedangkan Neo Modernisme mempunyai asumsi dasar bahwa Islam harus dilibatkan dalam proses pergulatan modernisme. Bahkan kalau mungkin, Islam diharapkan menjadi leading ism (ajaran-ajaran yang memimpin) di masa depan. Namun demikian, hal itu tidak berarti menghilangkan tradisi keislaman yang telah mapan. Hal ini melahirkan postulat (dalil) al-muhâfazhat `alâ al-qadîm al-shâlih wa al-akhdu bi al-jadîd al-ashlah (memelihara tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Pada sisi lain, pendukung neo modernisme cenderung meletakkan dasar-dasar keislaman dalam konteks atau lingkup nasional. Mereka percaya bahwa betapapun, Islam bersifat universal, namun kondisi-kondisi suatu bangsa, secara tidak terelakkan, pasti berpengaruh terhadap Islam itu sendiri. Ada dua tokoh intelektual yang menjadi pendukung utama neo modernisme ini adalah Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid. Tampaknya pemikiran Nurcholish (Prisma, nomor ekstra, 1984: 10-22), lebih dipengaruhi oleh ide Fazlur Rahman, gurunya di Universitas Chicago, Amerika Serikat. Sedang pemikiran neo modernisme Abdurrahman Wahid telah dibentuk sejak awal karena ia dibesarkan dalam kultur ahlussunnah wal jama’ah versi Indonesia, kalangan NU. Karena itu, ide-ide keIslamannya tampak jauh lebih empiris, terutama dalam pemikirannya tentang hubungan Islam dan politik. (Prisma, Nomor ekstra, 1984: 3-9; dan Prisma, 4 April 1984: 31-38).

C. Islam Liberal di Indonesia (Era Reformasi)

Sejak akhir tahun 1990an muncul kelompok-kelompok anak muda yang menamakan diri kelompok “Islam Liberal” yang mencoba memberikan respon terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul pada akhir abad ke- 20. Majelis Ulama Indonesia melihat betapa bahayanya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh kelompok ini, sehingga pada Munasnya yang ke-7 pada tanggal 25-29 Juli 2005 mengeluarkan fatwa bahwa pluralisme, sekularisme dan liberalisme merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Oleh sebab itu umat Islam haram hukumnya mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama (Adian Husaini, t.th: 2-4). Dalam Keputusan MUI No. 7/MUNAS VII/11/2005 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an dan As-Sunnah) menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.

Islam liberal di Indonesia era reformasi nampak lebih nyata setelah didirikannya sebuah “jaringan” kelompok diskusi pada tanggal 8 Maret 2001, yang tujuannya adalah untuk kepentingan pencerahan dan pembebasan pemikiran Islam Indonesia. Usahanya dilakukan dengan membangun milis ( Islamliberal@yahoo.comAlamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya ). Kegiatan utama kelompok ini adalah berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam, Negara, dan isu-isu kemasyarakatan. Menurut hasil diskusi yang dirilis pada tanggal 1 Maret 2002, Jaringan Islam Liberal (JIL) mengklaim telah berhasil menghadirkan 200 orang anggota diskusi yang berasal dari kalangan para penulis, intelektual dan para pengamat politik. Di antara mereka muncul nama-nama seperti; Taufik Adnan Amal, Rizal Mallarangeng, Denny JA, Eep Saefullah Fatah, Hadimulyo, Ulil Abshar-Abdalla, Saiful Muzani, Hamid Basyaib, Ade Armando dan Luthfi Asysyaukani. Tentu tidak semua orang yang hadir diskusi berarti mendukung ide-ide JIL.

Diskusi awal yang diangkat oleh JIL adalah seputar definisi dan sikap Islam Liberal seputar isu-isu Islam, negara dan isu-isu kemasyarakatan. Pendefinisian Islam Liberal diawali dengan kajian terhadap buku Kurzman yang memilah tradisi keislaman dalam tiga kategori yakni, customary Islam, fundamentalis atau Wahabis atau Salafis, dan liberal Islam. Kategori ketiga diklaim sebagai koreksi dan respon terhadap dua kategori yang disebut pertama. Pertanyaan yang muncul dalam diskusi awal itu adalah apakah Islam Liberal di Indonesia akan bersifat elitis dan sekedar membangun wacana atau Islam Liberal yang menyediakan refleksi empiris, dan memiliki apresiasi terhadap realitas? Kalau Islam Liberal itu paralel dengan civic-culture (pro pluralisme, equal opportunity, moderasi, trust, tolerance, memiliki sence of community yang nasional, lalu di mana Islamnya? Atau Islam Liberal adalah skeptisisme dan agnostisme yang hidup dalam masyarakat Islam? Diskusi dalam milis yang panjang akhirnya tidak menyepakati sebuah definisi tentang Islam Liberal. Tetapi mereka menandai sebuah gerakan dan pemikiran yang mencoba memberikan respon terhadap kaum modernis, tradisional, dan fundamentalis.

Islam Liberal berkembang melalui media massa. Surat kabar utama yang menjadi corong pemikiran Islam Liberal adalah Jawa Pos yang terbit di Surabaya, Tempo di Jakarta dan Radio Kantor Berita 68 H, Utan Kayu Jakarta. Melalui media tersebut disebarkan gagasan-gagasan dan penafsiran liberal. Pernah suatu ketika, pemikiran dan gerakan ini menuai protes bahkan ancaman kekerasan dari lawan-lawan mereka. Bahkan masyarakat sekitar Utan Kayu pernah juga menuntut Radio dan komunitas JIL untuk pindah dari lingkungan tersebut. Karya-karya yang dicurigai sebagai representasi pemikiran liberal Islam dibicarakan dan dikutuk oleh lawan-lawannya, terutama melalui khutbah dan pengajian. Buku seperti Fiqih Lintas Agama (Tim Penulis Paramadina), Menjadi Muslim Liberal (Ulil Abshar-Abdalla) Counter-Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (Musda Mulia dkk), Indahnya Perkawinan Antar Jenis (Jurnal IAIN Walisongo) dan banyak lagi artikel tentang Islam yang mengikuti arus utama pemikiran liberal. Ketegangan antara yang pro dan kontra JIL, memuncak setelah keluarnya Fatwa MUI tentang haramnya Liberalisme, Sekularisme dan Pluralisme pada tahun 2005. Ketegangan sedikit menurun setelah salah seorang kontributor dan sekaligus kordinator JIL, Ulil Abshar-Abdalla pergi ke luar negeri, belajar ke Amerika Serikat.

Ulil melalui bukunya Menjadi Muslim Liberal menolak jenis-jenis tafsir keagamaan yang hegemonik, tidak pluralis, antidemokrasi, yang menurutnya potensial menggerogoti persendian Islam sendiri. Dengan gaya narasi dan semantik yang lugas, Ulil misalnya melancarkan kritiknya kepada MUI yang dalam amatannya telah memonopoli penafsiran atas Islam. Fatwa MUI yang menyatakan bahwa pluralisme, liberalisme, dan sekularisme adalah faham sesat; Ahmadiyah adalah keluar dari Islam – telah menyalakan emosi Ulil yang nyaris tak terkendali.

Pemikiran Ulil tidak bebas seratus persen. Sebagai alumni pesantren, ia tetap apresiatif terhadap keilmuan pesantren. Melalui kolomnya On Being Muslim kita tahu bahwa Ulil ternyata mendapatkan akar-akar liberalisme pemikiran keislamannya juga dari ilmu-ilmu tradisional seperti ushûl al-fiqh, qawâ`id al-fiqhiyah yang dahulu diajarkan oleh para ustadznya di pesantren. Ilmu-ilmu pesantren semacam balaghah dan mantiq (logika) tampaknya turut melatih Ulil perihal bagaimana menstrukturkan kata dan kalimat, mensistematisasikan argumen serta mengukuhkan kekuatan dalam bernalar.

Sayangnya, hanya kalangan fundamentalis saja yang mencoba melakukan perlawanan retorik. Majalah seperti Sabili, Hidayatullah, dan media-media di lingkungan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia mencoba untuk memberikan counter opini terhadap gagasan-gagasan yang diusung oleh JIL. Setelah Ulil pergi, dinamika pemikiran dan gerakan Islam kontemporer kembali adem ayem.

Di antara pendapat-pendapat kaum pendukung Islam liberal adalah sebagai berikut (Hartono Ahmad Jaiz, 2005: 109-110):

1. Al-Quran adalah teks dan harus dikaji dengan hermeneutika

2. Kitab-kitab tafsir klasik itu tidak diperlukan lagi

3. Poligami harus dilarang

4. Mahar dalam perkawinan boleh dibayar oleh suami atau isteri

5. Masa iddah juga harus dikenakan kepada laki-laki, baik cerai hidup ataupun cerai mati

6. Pernikahan untuk jangka waktu tertentu boleh hukumnya

7. Perkawinan dengan orang yang berbeda agama dibolehkan kepada laki-laki atau perempuan muslim

8. Bagian warisan untuk anak laki-laki dan anak perempuan sama 1:1

9. Anak di luar nikah yang diketahui secara pasti ayah biologisnya tetap mendapatkan hak warisan dari ayahnya.

D. Profil Beberapa Kelompok Islam Liberal Di Indonesia

1. Jaringan Islam Liberal di Jakarta

Nong Darol Mahmada dan Burhanuddin dalam Imam Tholkhah dan Neng Dara Affiah (2005: 301-351) menjelaskan, JIL terbentuk pada tangal 9 Maret 2001. Tanggal tersebut merujuk pada awal diluncurkannya milis islamliberal@yahoogroups.comAlamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya yang pada awalnya beranggotakan puluhan aktivis intelektual muda dari berbagai kelompok muslim moderat.

JIL berdiri antara lain karena kondisi sosial keagamaan pasca Orde Baru yang menurut para pendiri JIL dirasakan semakin menunjukkan wajah Islam yang tidak ramah dan cenderung menampilkan konservatisme. Dalam pandangan para tokoh JIL, publik saat itu diwarnai dengan pemahaman masalah sosial keagamaan yang radikal dan anti-pluralisme. Kondisi inilah yang kemudian mendorong beberapa aktivis muda untuk melakukan berbagai diskusi di Jalan Utan Kayu 68 H Jakarta Timur. Kemudian dengan merujuk kepada tempat itulah maka beberapa tokoh muda Islam mendirikan Komunitas Islam Utan Kayu yang merupakan cikal bakal berdirinya JIL. Beberapa nama yang terlibat untuk membentuk Komunitas Utan Kayu itu dan kemudian mendirikan JIL antara lain Ulil Abshar-Abdalla, Nong Darol Mahmada, Burhanuddin, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyaib, Taufiq Adnan Amal, Saiful Mujani, dan Luthfi Assaukanie. Beberapa tema yang menjadi bahan diskusi di antara aktivis tersebut antara lain: maraknya kekerasan atas nama agama, gencarnya tuntutan penerapan syariat Islam, serta tidak adanya gerakan pembaruan pemikiran Islam yang sebelumnya dirintis oleh Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid.

Nama Islam liberal, menurut para pendiri JIL, adalah menggambarkan komunitas Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial politik yang ada. Menurut para aktivis JIL, Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:

1. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi;

2. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks;

3. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural;

4. Memihak pada yang minoritas dan tertindas;

5. Meyakini kebebasan beragama;

6. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrowi, otoritas keagamaan dan politik. Islam liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan.

Secara umum, kegiatan-kegiatan JIL ditujukan untuk turut memberikan kontribusi dalam meredakan maraknya fundamentalisme keagamaan di Indonesia sekaligus membuka pemahaman publik terhadap pemahaman keagamaan yang pluralis dan demokratis. Secara khusus, kegiatan-kegiatan JIL ditujukan untuk:

1. Menciptakan intellectual discourses tentang isu-isu keagamaan yang pluralis dan demokratis serta berperspektif gender;

2. Membentuk intllectual community yang bersifat organik dan responsif serta berkemauan keras untuk memperjuangkan nilai-nilai keagamaan yang suportif terhadap pemantapan konsolidasi demokrasi di Indonesia;

3. Menggulirkan intellectual networking yang secara aktif melibatkan jaringan kampus, Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa dan lain-lain untuk menolak fasisme atas nama agama.

Sebagaimana sebuah pemikiran baru, selalu menimbulkan pro dan kontra. Demikian juga dengan JIL. Sikap pro-kontra terhadap JIL dapat dipetakan menjadi dua yaitu dalam bentuk fisik dan intelektual. Dalam bentuk intelektual dapat dilihat dari terbitnya berbagai buku baik yang menghujat maupun menanggapi secara positif. Beberapa penulis yang menentang JIL yang dibukukan antara lain Adian Husaini, Adnin Armas, Yudhi R. Haryono, Hartono Ahmad Jaiz, dan Fauzan al-Anshari. Sementara itu ada juga yang mencoba berpikir obyektif ilmiah, menjadikan JIL sebagai fokus bahasan untuk menyusun skripsi, tesis, maupun disertasi.

Sementara itu, sebagian kelompok masyarakat Islam menganggap bahwa pemikiran JIL dianggap dapat merusak aqidah umat Islam. Oleh karena itu mereka menentangnya dalam bentuk kekerasan fisik. Hal itu antara lain dalam bentuk demontrasi oleh Front Pembela Islam (FPI). Beberapa kali milis yang dikelola JIL juga mendapat serangan spam dan dibajak oleh hacker-hacker. Sementara itu Forum Ulama Umat Islam (FUUI) di Bandung mengeluarkan fatwa mati kepada Ulil sebagai ketua JIL. Institusi JIL juga semakin diributkan setelah keluar fatwa MUI yang mengharamkan faham liberalisme, sekularisme dan pluralisme.

2. Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM)

Menurut Ahmad Najib Burhani dalam Imam Tholkhah dan Neng Dara Affiah (2005: 352-399), tidak terlalu jelas kapan terbentuknya Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (selanjutnya ditulis JIMM). Pada pertengahan tahun 2003 banyak berita dan opini dalam media massa nasional memuat tulisan tentang JIMM atau artikel-artikel yang ditulis oleh tokoh JIMM. Tiba-tiba pula sejumlah anak muda Muhammadiyah menggabungkan diri dan terlibat dalam aktivitas intelektual bersama dalam berbagai workshop, seminar, diskusi, penelitian ilmiah dan sejenisnya.

Walaupun tidak ditetapkan secara pasti kapan JIMM dibentuk, tetapi ada beberapa peristiwa, internal dan eksternal, yang mengiringi kebangkitan intelektual muda Muhammadiyah. Dari sisi internal, paling tidak terdapat tiga faktor. Pertama, geliat pemikiran Muhammadiyah pasca Muktamar ke-43 yang dimotori antara lain oleh M. Amien Rais, Ahmad Syafii Ma`arif dan M. Amin Abdullah. Kedua, masuknya kembali pemikir-pemikir Muhammadiyah seperti Moeslim Abdurrahman. Ketiga, pendirian Maarif Institute for Culture and Humanity yang awalnya dirancang untuk memperingati ulang tahun Ahmad Syafii Ma`arif ke 70. Sedangkan dari sisi eksternal, JIMM lahir sebagai respon agresifitas generasi muda NU (Nahdlatul Ulama) yang mewarnai pemikiran dan gerakan Islam kontemporer, baik yang bersifat individual maupun yang tergabung dalam lembaga seperti LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial), JIL (Jaringan Islam Liberal), Lakpesdam NU, P3M, dan Desantara. Agresifitas tersebut telah memicu kecemburuan di kalangan muda Muhammadiyah yang kalau dilihat dari label yang disandang Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam pembaru dan Islam modernis, seharusnya memiliki pemikiran jauh ke depan dibanding dengan aktivis muda NU.

Bagi para aktivis JIMM sendiri, ada tiga alasan kenapa JIMM didirikan. Pertama, JIMM hadir katanya untuk mengawal tradisi tajdid (pembaruan) yang belakangan cenderung meredup. Kedua, JIMM lahir untuk mengisi kesenjangan intelektual antar-generasi di Muhammadiyah, sehingga JIMM diharapkan dapat menjadi arena kaderisasi intelektual muda Muhammadiyah. Ketiga, JIMM lahir sebagai respon terhadap tantangan dan tuduhan dari luar Muhammadiyah.

Kelahiran JIMM menimbulkan reaksi pro dan kontra, baik dari kalangan generasi senior Muhammadiyah maupun dari luar warga Muhammadiyah. Beberapa sesepuh Muhammadiyah mencurigai keberadaan JIMM sebagai kepanjangan tangan dari gerakan liberalisme di Indonesia, agen Barat untuk melakukan hegemoni terhadap umat Islam, bahkan dianggap telah melanggar aturan organisasi Muhammadiyah.

Sejak awal kelahirannya, JIMM memancangkan tiga pilar sebagai strategi gerakannya yaitu hermeneutika, teori sosial dan new social movement. Penggunaan hermeneutika dimaksudkan untuk mendobrak pendekatan dan pemahaman struktural yang dominan di kalangan Muhammadiyah. Dengan hermeneutika maka akan terjadi reproduction of new meaning. Teori-teori sosial kritis,—seperti kerangka teoritik Antonio Gramsci untuk menolak hegemoni, atau teori Paulo Freire untuk pembebasan kaum tertindas—digunakan sebagai peralatan intelektual Islam. Dengan memanfaatkan teori sosial kritis maka diharapkan warga Muhammadiyah tidak hanya berfungsi sebagai mediator tetapi sebagai artikulator bagi transformasi sosial. Sedangkan dengan konsep the new social movement menjadikan teologi bukan hanya semata-mata sebagai disiplin ilmu tetapi menjadi sebuah gerakan. Seluruh elemen masyarakat yang selama ini terpinggirkan, digerakkan oleh teologi untuk bersatu melakukan perubahan bersama.

E. PENUTUP

Demikian beberapa deskripsi singkat tentang gerakan Islam liberal di Indonesia. Masih ada beberapa organisasi lain yang tidak disebutkan di sini seperti FORMACI, LKiS Yogyakarta, Letsform (Lembaga Transformasi Muhammadiyah) Jawa Barat, dan Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya, tetapi pengaruh mereka hampir dapat diabaikan.

Menurut Greg Barton, beberapa karakteristik pemikiran Islam liberal di Indonesia antara lain: 1) senantiasa mengusung semangat ijtihad; 2) mengusung rasionalisme; 3) menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi; 4) menjunjung tinggi peran ilmu pengetahuan; 5) memandang bahwa keinginan mendirikan “negara Islam” adalah pengalihan perhatian yang merugikan; 6) menerima dan mendukung pluralisme masyarakat; 7) memegangi prinsip-prinsip humanitarianisme, bahkan memandangnya sebagai essensi dan jantung Islam; 8). memperjuangkan kesetaraan gender.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Wahid, “NU dan Islam di Indonesia Deawasa ini”, Prisma, No 4 April 1984.

Abdurrahman Wahid “Massa Islam dalam Kehidupan Bernegara dan Berbangsa”, Prisma, nomor ekstra, 1984.

Adian Husaini, Pluralisme Agama: Haram, Fatwa MUI yang Tegas & Tidak Kontroversial, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ahmad Najib Burhani, “Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM): Pemberontakan Melawan Puritanisme dan dan Skripturalisme Persyarikatan” dalam Imam Tholkhah dan Neng Dara Affiah (ed.), Gerakan Keislaman Pasca Orde Baru: Upaya Merambah Dimensi Baru Islam, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, t.th.

Fachri Aly & Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Masa Orde Baru, Bandung, Mizan, 1986.

Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN, Jakarta, Pustaka Al Kautsar, 2006

Keputusan Fatwa MUI No. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.

Nong Darol Mahmada dan Burhanuddin, “Jaringan Islam Liberal (JIL): Pewaris Pemikiran Pembaruan Islam di Indonesia” dalam Imam Tholkhah dan Neng Dara Affiah (ed.), Gerakan Keislaman Pasca Orde Baru: Upaya Merambah Dimensi Baru Islam, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, t.th.

Nurcholish Madjid, “Suatu Tatapan Islam terhadap Masa Depan Politik Indonesia”, Prisma, nomor ekstra,1984.

Perubahan Iklim dan Kegalauan Keilmuan


KOMPAS.com – Itu isu ”terpanas” dalam perkara perubahan iklim. Sementara di berbagai belahan dunia terjadi bencana terkait iklim: cuaca serba tak menentu dan cenderung ekstrem, badai salju, dan badai pasir tak terperikan terjadi di daerah yang tak terduga, di dalam tubuh Panel Ahli Antarpemerintah mengenai Perubahan Iklim terjadi ”badai kepercayaan”. Secara keseluruhan, bahkan urusan perubahan iklim ini, mengandung berbagai ironi.

Kepercayaan pada Panel Ahli Antarpemerintah mengenai Perubahan Iklim (IPCC) terguncang keras. Guncangan awal terjadi menjelang Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim Pertemuan Para Pihak Ke-15 (COP-15) di Kopenhagen, Denmark, awal Desember lalu, berupa bocornya e-mail dari Unit Riset Iklim dari Universitas East Anglia, Norwich, Inggris, yang prestisius.

E-mail itu mengisyaratkan betapa IPCC berusaha menghindari upaya pihak lain untuk turut melihat data-data yang dikoleksi dari seluruh dunia. Maka, muncullah kecurigaan bahwa model iklim yang digunakan oleh IPCC selama ini cenderung berlebihan. Dan, hasil polling publik kemudian menunjukkan turunnya kepercayaan publik akan keniscayaan terjadinya proses pemanasan global.

Peristiwa itu bak ranjau yang ditanam di kebun orang. Dan ”ranjau” itu meledak tak tertahan ketika diketahui terjadi kesalahan dalam laporan IPCC pada tahun 2007: Assessment Report 4. Di sana disebutkan, lapisan es di Puncak Himalaya akan habis meleleh pada tahun 2035. Para ahli terguncang dan debat pun berlangsung berkepanjangan.

Namun, eloknya, dengan mudahnya kesalahan tersebut lantas dinyatakan sebagai ”salah cetak” (typographical error). Angka tahun yang benar adalah 2305 tetapi tercetak 2035. Itulah ironi pertama. Ironis, ketika kesalahan ketik terjadi—jika memang benar demikian—pada sebuah laporan yang akan memengaruhi lebih dari 6 miliar penduduk dunia, memengaruhi sistem politik global karena Kerangka Kerja PBB atas Konvensi mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) beranggotakan lebih dari 190 negara!

Meminta maaf

Ketua IPCC Rajendra Pachauri pada akhir Februari lalu berusaha ”meredam” rasa tidak percaya di kalangan negara-negara anggota UNFCCC tersebut dengan hadir pada pertemuan para menteri lingkungan pada Forum 11th Special Session of the United Nations Environment Programme (UNEP) Governing Council/Global Ministerial Environment. Di sana ia berusaha meminta maaf. Hadirin pun diminta ”tutup mulut” tentang isi pertemuan tersebut. Dan, rupanya Pachauri dimaafkan… oleh PBB.

Pekan lalu, Sekjen PBB Ban Ki-moon telah mengumumkan badan baru yang bakal bertugas memeriksa cara dan prosedur IPCC dalam menyusun laporan (AR). Badan tersebut dinamai Dewan Antarakademi (Interacademy Council/IAC).

Pachauri dalam wawancara dengan jaringan televisi NDTV, India, dengan tegas menyatakan, ”Kami memiliki ribuan ilmuwan yang bekerja menyusun laporan tersebut. Mereka adalah para profesional di bidang perubahan iklim. Yang dilakukan IAC adalah mengawasi prosedur, dan bagaimana kami menjalankan prosedur itu untuk menyusun laporan. Mereka tidak campur tangan dalam soal keilmuan. Itu kompetensi IPCC.” Laporan berikutnya akan terbit sekitar tiga tahun lagi.

Ironis, ketika orang memperkarakan kompetensi IPCC dalam membuat kesimpulan dalam laporan, yang muncul justru badan pengawas untuk urusan ”salah cetak”—untuk meringkas segala jenis dan level prosedur. Ini sejalan dengan keputusan hakim yang sering menjatuhkan keputusan bebas terdakwa koruptor karena ternyata sang terdakwa hanya melakukan ”kesalahan administrasi”.

Padahal, yang riil adalah kesangsian terhadap cara kerja IPCC. Cara kerja yang kemungkinan berdampak pada interpretasi keilmuannya. Pendapat tersebut terpicu isi surat elektronik yang bocor—yang mengisyaratkan adanya sikap IPCC yang berusaha menutup-nutupi data dan proses kerja mereka. Kesangsian kelompok yang skeptis ini rupanya telah disimpan di bawah karpet. Padahal, laporan itu juga salah menyebutkan, 55 persen wilayah Belanda ada di bawah permukaan laut. Yang benar, 26 persen. Hal lain dalam laporan tersebut yang dinilai salah yaitu klaim IPCC bahwa perubahan curah hujan yang kecil pun akan memengaruhi hingga 40 persen hutan tropis Amazon dan hutan itu akan berubah menjadi padang rumput.

Ketika yang diketahui masyarakat awam adalah bencana banjir yang semakin sering, gelombang laut yang makin tinggi dan makin sering, dan badai yang semakin kerap, meja-meja perundingan di tingkat global telah menetapkan perubahan iklim masuk dalam ranah politik, ketika dia menjadi urusan PBB.

Seorang ilmuwan klimatologi Indonesia yang kini menarik diri sejak awal telah mengatakan, urusan perubahan iklim ini tidak merata secara global. Perkara ini menjadi arena lain dari dominasi negara maju. Perbandingan ilmuwan yang terlibat dalam IPCC antara negara maju dan berkembang amat tidak seimbang. Alasannya, jumlah paper dari negara berkembang di level internasional kurang memadai jumlahnya. Menurut ilmuwan tersebut, dengan demikian akan ada asumsi-asumsi dan faktor-faktor yang sesuai dengan kondisi negara-negara berkembang yang terlewat. Namun keberatan ini seakan tidak penting.

Kini, terbukanya berbagai kesalahan dalam laporan AR4 dikhawatirkan bakal mengguncang kepercayaan banyak kalangan terhadap kesahihan ilmu pengetahuan. Akibat lainnya, secara politis kegalauan keilmuan itu dikhawatirkan melemahkan komitmen negara-negara secara global dalam menghadapi ancaman dampak perubahan iklim. (Ada sejumlah kalangan ilmuwan yang skeptik, yang menyatakan, penyebab perubahan iklim yang dipicu pemanasan global tidaklah antropogenik, tidak berbanding lurus dengan konsentrasi CO. Penyebab pemanasan global adalah medan magnet matahari).

Sekjen PBB Ban Ki Moon memberikan ”kemudahan” di tengah kegalauan keilmuan tersebut. ”Kesalahan dalam laporan itu amat kecil jumlahnya”—tebal AR4 sekitar 3.000 halaman. ”Saya tidak melihat ada bukti kredibel yang menentang kesimpulan utama laporan tersebut. (Bahwa) Ancaman dampak perubahan iklim adalah nyata,” ujarnya.

NTB Incar Posisi Ketujuh


MATARAM, KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menargetkan meraih urutan ketujuh dari 33 provinsi yang menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) dengan jujur dan transparan. “Tahun lalu NTB berada di urutan ke-17. UN tahun ini angka satu harus hilang, sehingga NTB masuk dalam sepuluh besar atau paling tidak meraih posisi ketujuh dari seluruh provinsi di Indonesia yang menggelar UN,” kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) NTB Lalu Syafi’i di Mataram, Selasa (9/3/2010).

Menurut dia, posisi ketujuh provinsi terjujur yang menggelar UN itu memang tidak mudah, tetapi jika koordinasi dan komitmen dari semua komponen sudah sangat kuat tidak mustahil prestasi itu akan mampu diraih. Untuk itu, pihaknya tengah berupaya memantapkan koordinasi dengan kabupaten/kota untuk menyamakan pandangan agar pelaksanaan UN berjalan lancar. “Saat ini UN menjadi perhatian serius dari semua pihak karena kegiatan tersebut merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi dengan rasa kejujuran dan berkeadilan,” katanya.

Ia mengatakan, pihaknya sangat mengharapkan dukungan dari semua pihak terutama jajaran Dinas Dikpora yang ada di kabupaten/kota untuk betul-betul berkoordinasi dengan baik dalam menyukseskan pelaksanaan UN tahun ini.

Pemerintah menginginkan hasil UN tahun ini murni dari sebuah kejujuran. Oleh sebab itu pengawasan UN semakin diperketat dengan melakukan berbagai perubahan pada sistem pengawasan pelaksanaan UN. “Pengawasan kita perketat untuk mencapai hajat pelaksanaan UN yaitu membangun kejujuran, transparansi dan pelaksanaan UN yang kredibel yang mampu membawa pencitraan masyarakat percaya terhadap pendidikan,” katanya.

Selain menguatkan koordinasi antara provinsi dengan kabupaten/kota, kata Syafi’i, upaya lain yang dilakukan yaitu seluruh kepala sekolah dan panitia ujian nasional di NTB akan disumpah untuk jujur dalam melaksanakan UN.

Pengambilan sumpah para kepala sekolah tersebut akan dilakukan oleh Dinas Dikpora masing-masing kabupaten/kota dan akan dilakukan secara bersamaan menjelang pelaksanaan UN. “Kebijakan pengambilan sumpah itu merupakan kesepakatan seluruh Kepala Dinas Dikpora kabupaten/kota dan Kepala Dinas Dikpora NTB dalam rapat koordinasi yang berlangsung beberapa waktu lalu,” ujarnya.

Menurut dia dengan adanya pengambilan sumpah tersebut para kepala sekolah dituntut untuk tidak boleh melanggar dan harus mampu menyelenggarakan UN dengan jujur dan penuh rasa keadilan sesuai tuntutan pelaksanaan UN tahun ini.

Ia mengharapkan bentuk kecurangan dalam pelaksanaan UN tahun ini tidak akan terjadi sehingga harapan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) melalui surat nomor 2048/BSNP/II/2010 tentang UN yang jujur dan objektif, dapat terwujud. “Upaya-upaya yang kita lakukan merupakan suatu terobosan untuk menciptakan pelaksanaan UN yang jujur di setiap sekolah, karena pada hakikatnya UN untuk mengukur kemampuan para peserta didik dalam menyerap pelajaran dengan cara yang betul-betul murni tanpa ada rekayasa,” katanya.

Selain menargetkan meraih posisi ketujuh provinsi penyelenggara UN, Pemerintah Provinsi NTB juga mentargetkan tingkat kelulusan UN SMA/MA tahun ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yakni dari 85,07 persen naik menjadi 85,5 persen, tingkat SMK dari 81,40 persen menjadi 81,80 persen dan SMP/MTs dari 91,05 naik menjadi 91,82 persen.

Untuk mencapai target tersebut Dikpora Provinsi dan kabupaten/kota menggelar uji coba menjawab soal-soal seluruh mata pelajaran yang di UN kan untuk mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang diterima di sekolah. “Seluruh sekolah sudah menggelar try out atau latihan menjawab soal yang dilakukan di masing-masing sekolah. Mudah-mudahan dengan upaya itu tingkat kelulusan bisa lebih meningkat dibanding tahun lalu,” ujarnya.

Kenapa Sekolah Alam, Inilah Alasan Mereka…


JAKARTA, KOMPAS.com – Belum semua orang tua percaya pada sekolah alam, sehingga tetap bergeming memilihkan sekolah konvensional bagi putra-putrinya. Tapi, bagi sebagian orang tua lain, memilih sekolah alam adalah satu kebutuhan untuk mengubah paradigma pendidikan bagi masa depan anak-anaknya. Kenapa?

Nuning (36), orang tua siswa dari Naswa (5) dan Faras (11), mengaku membawa kedua putrinya bersekolah di sekolah alam adalah karena mencari alternatif yang berbeda dari sekolah konvensional untuk memberi pendidikan anak-anaknya. “Paradigmanya sudah berubah buat saya. Selama ini anak belajar penuh keterpaksaan, dikejar target dengan hapalan-hapalan yang sebetulnya tidak tepat untuk periode usia emas mereka, di sini anak belajar sesuai keinginan dan penuh kepraktisan yang memang sudah semestinya,” ujar Nuning.

Menurutnya, kemandirian dan skill kepemimpinan kedua anaknya yang duduk di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar di dua sekolah alam yang berbeda itu sangat terbangun. “Keberanian dan rasa percaya dirinya berkembang dengan baik di luar perkiraan saya, karena memang di sekolah ini life skill itu dipentingkan dan diselaraskan dalam semua materi pembelajaran. Anak saya benar-benar mandiri,” ujar Nuning.

Sementara itu, menurut orang tua siswa lainnya, Romy (42), memilih sekolah alam buat mendidik anaknya adalah untuk mendapatkan ilmu yang berbeda dari yang pernah Romy dapatkan ketika bersekolah di sekolah konvensional dulu. “Dulu itu murid takut dengan gurunya, di sini malah gurunya yang dipanggil-panggil terus oleh siswanya. Saya lihat, anak-anak bisa enjoy belajar tanpa tekanan apapun, itu yang terpenting,” ujar orang tua siswa dari Ruhama Afifah (13), Zahra (9) dan Syamila (4), yang semuanya disekolahkan di Sekolah Alam Indonesia (SAI) ini.

Romy mengatakan, ketimbang anak-anak lain seusia anaknya, perkembangan anaknya jauh lebih cepat dan matang, selain juga lebih mandiri. Romy meyakini, semua itu berkat pembelajaran di sekolahnya. “Saya tahu, di sekolah dia tidak dicetak untuk punya nilai bagus, tapi mampu menjadi pribadi yang mandiri dan berani mengambil keputusan selama mengikuti proses pembelajaran. Saya yakin, kemampuan akademis bisa dikejar, tetapi kemandirian, budi pekerti dan soft skill lainnya itu harus ditempa sejak di usia emasnya,” ujar Romy.

Penuturan lain, yang sebetulnya sama, juga dilontarkan oleh Mei (36). Ia menyekolahkan putrinya, Zia (7), di sekolah alam karena menginginkan perubahan pada cara mengedukasi anaknya. “Secara visi dan misi sekolah alam itu sama dengan saya, yaitu menempa kemandirian anak dan leadership-nya. Bukan soal prestasi, tapi bagaimana membuat anak terus memiliki keinginan berpikir ilmiah dan bisa memanfaatkan ilmunya dengan baik,” ujar Mei.

Pemerintah Susun Pendidikan Agama Anti Terorisme bagi Napi


Magelang (Pinmas)–Pemerintah tengah menyusun program pendidikan agama anti terorisme bagi narapidana. Hal itu dilakukan untuk memberantas tersebarnya paham terorisme yang bertentangan dengan ajaran Islam. Penyusunan program pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman agama bagi narapidana. “Kami sedang membuat pendidikan agama di penjara untuk anak-anak, perempuan, dan laki-laki termasuk teroris,” kata Menteri Agama Surya Dharma Ali saat menghadiri peringatan maulid nabi di Ponpes Watucongol Muntilan, Ahad, (14/3).

Menurut Surya, penyusunan program pendidikan agama bagi Napi penting dilakukan agar Napi pelaku tindak terorisme bisa kembali meyakini ajaran Islam sebenarya yang damai. Selain itu, memang terdapat kebutuhan mendalami agama bagi Napi. “Idealnya mereka harus kembali (ke ajaran Islam),” katanya.

Surya juga menyebutkan, pelaksanaan pendidikan agama di penjara menjadi semakin penting untuk mengatasi penyebaran pemahaman ajaran Islam sempalan. Saat ini, terdapat sejumlah kelompok mengatasnamakan Islam, tapi ajaran dijalankan bertentangan dengan Islam. “Antara lain di Kuningan ada aliran yang kalau kaum ibu mau suci harus mau ditiduri oleh imamnya. Ini jelas aliran sesat. Ada juga yang mengaku Islam, tapi sholat cukup satu kali sehari, kiblatnya ke selatan, dan bayar Rp 4 juta untuk masuk surga,” katanya.(rep/aru/ts)

Panduan Pengembangan Kurikulum


Panduan
Pengembangan
Kurikulum
Pusat Pengembangan Sistem Pembelajaran
Lembaga Pengembangan Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
2
Panduan Pengembangan Kurikulum
disusun oleh
Tim PEKERTI-AA PPSP LPP
Universitas Sebelas Maret
Cetakan pertama, Oktober 2007
Lembaga Pengembangan Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami no. 36A Surakarta 57126
Telp./Faks. 0271-663485
http://www.lpp.uns.ac.id
lpp@uns.ac.id
3
Tim PEKERTI-AA
Pusat Pengembangan Sistem Pembelajaran
Lembaga Pengembangan Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Prof.Dr. Sri Jutmini, M.Pd.
Prof.Dr. Sri Anitah, M.Pd.
Drs. Sukardi, M.Pd.
Drs. Hery Purwanto, M.Sc.
Drs. Noorhadi Thohir
Drs. Suharno, M.Pd.
Dr. Sutarno, M.Pd.
Drs. Ngadino Yustinus, M.Pd.
Drs. Wagimin, M.Pd.
Drs. Suwachid, M.Pd., M.T.
Dra. Soewalni, M.Pd.
dr. Mochammad. Arief Tq., M.S.
Drs. Sugiyanto, M.Si.,M.Si.
Artono Dwijo Sutomo, S.Si.,M.Si.
Dra. Tri Murwaningsih, M.Si.
Salim Widono, S.P.,M.P.
dr. Setyo Sri Rahardjo, M.Kes.
Bambang Kusharjana, S.T.,M.T.
Anjar Sri CN, S.H.,M.Hum.
Budi Legowo, S.Si.,M.Si.
4
Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Tim PEKERTI-AA PPSP LPP
Universitas Sebelas Maret telah berhasil menyusun 3 panduan
pengembangan pembelajaran, yaitu:
1. Panduan Pengembangan Kurikulum
2. Panduan Penyusunan Silabus dan Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran
3. Panduan Evaluasi Pembelajaran
Panduan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai cara
pelaksanaan pengembangan aspek-aspek pembelajaran di program studi
/ jurusan di lingkungan Universitas Sebelas Maret, namun tidak menutup
kemungkinan pemanfaatan panduan-panduan ini untuk Perguruan Tinggi
lain maupun lembaga pendidikan lainnya.
Masukan, kritik dan saran untuk menyempurnakan panduan di atas sangat
diharapkan untuk perbaikan materi panduan ini.
Selain menerbitkan 3 panduan tersebut di atas, untuk mengawal
pengembangan aspek-aspek pembelajaran, PPSP LPP Universitas Sebelas
Maret juga membuka KLINIK PEMBELAJARAN setiap hari Senin – Kamis
pada pukul 10.00 s.d. 12.00.
Surakarta, Oktober 2007
Tim PEKERTI-AA
Pusat Pengembangan Sistem Pembelajaran
Lembaga Pengembangan Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
5
BAB I
PENDAHULUAN
I. RASIONAL
Kebijakan perubahan kurikulum secara tidak langsung maupun langsung akan
menghadapi berbagai langkah dan tantangan dalam implementasinya di lapangan.
Begitu pula yang berlaku dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.
Dan ini sangat tergantung pada pemahaman pelaksana pendidikan (lembaga,
dosen/guru, administrasi) dalam mengimplementasikan perubahan kurikulum
menuju pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Secara rasional pengembangan KBK adalah sebagai berikut :
1. meningkatkan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan
secara bersamaan dengan peningkatan mutu pendidikan. Oleh
karena itu pendidikan harus lebih relevan, bermutu, adil dan
manusiawi menjangkau semua lapisan dan golongan masyarakat.
2. pengembangan wawasan persaingan keunggulan bangsa Indonesia,
dengan kuncinya adalah pendidikan yang bermutu, realistik dengan
kehidupan nyata yang terus berkembang.
3. memperkuat keterkaitan pendidikan dengan kebutuhan
perkembangan nasional yakni mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
4. mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning society) yakni
masyarakat individu yang berkemauan, berkemampuan rendah
untuk belajar atas prakarsa sendiri dan berkelanjutan sesuai denga
perkembangan IPTEK.
5. menyiapkan generasi masa kini dan masa depan yang melewati
proses belajar dan pembelajaran yang bermakna sesuai dengan
tugas-tugas nyata.
6
6. memperkuat jati diri bangsa yang mampu menjangkau proses
perubahan yang cepat dalam era global di abad ke-21.
Berkaitan dengan rasional tersebut maka untuk peningkatan mutu pendidikan,
penciptaan iklim belajar yang kondusif diperlukan kurikulum yang
mengembangkan kemampuan (kompetensi) untuk melakukan tugas-tugas dengan
standar performansi tertentu. Dalam implmentasinya akan diperoleh dampak
pengiring (nurturant effect) yang berupa tanggungjawab, kemandirian, berperan
serta, kerjasama (kolaborasi) dengan konsep dan ide-ide yang berkembang.
Kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan secara konsekwen akan
menjawab tantangan dan masalah yang muncul di masyarakat.
II. PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS
KOMPETENSI
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum akan merefleksikan pandangan
tentang nilai, pengetahuan, kesenjangan yang ada dalam masyarakat atau negara.
Pendekatan kurikulum juga menyatakan pandangan yang holistik tentang landasan
desain, prinsip teoritik dan praktis suatu kurikulum. Oleh karena itu peran
pengembang dan perancang harus mampu menyusun dan menyempurnakan
kurikulum yang sedang berlaku (curriculum improvement).
Ada beberapa pendekatan dalam pengembangan kurikulum antar lain :
a. pendekatan yang berdasarkan sistem pengelolaan yang bersifat sentralisasi
dan desentralisasi.
b. Pendekatan berdasarkan fokus sasaran yaitu penguasaan ilmu pengetahuan,
pembentukan pribadi-sosial, pengembangan kemampuan potensial sesuai
dengan perkembangan
c. Pendekatan kompetensi yang merupakan pengembangan kurikulum
difokuskan pada pencapaian atau perolehan penguasaan kompetensi
berdasarkan perkembangan peserta didik. Proses perkembangan bersifat
7
holistik (menyeluruh) dari aspek fisik, sosio emosional, kecerdasan dan
aspek kepribadian sebagai pemrakarsa (tumbuh kembang), dan potensi
bawaan serta dorongan/rangsangan kesempatan belajar dari lingkungan
pendidikan.
III. PENDEKATAN PEMBELAJARAN DAN STRATEGI
PEMBELAJARAN
Sejalan dengan diterapkannya pendekatan kebutuhan berdasarkan kompetensi
perlu adanya sekuensi dan kesinambungan dalam pembelajaran. Beberapa
pendekatan pembelajaran dan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan antara
lain :
a. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Learning) dengan fokus
Problem Based Learning (PBL), Services Practice Learning (SPL), Work
Based Learning (WBL), Project Learning, Inquary Learning, Realistic
Learning, atau Authentic Instruction.
b. Strategi Pembelajaran yang dapat diterpakan pada Kurikulum Berbasis
Kompetensi adalah Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning) dengan
variasi strategi pembelajaran :
– strategi ekspositorik vs. strategi inquary
– strategi algoritmik vs. strategi heuristik
– strategi struktural vs. strategi problem solving
– strategi deduktif vs. strategi induktif
8
BAB II
TATA CARA PENYUSUNAN KURIKULUM
I. PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
II. TAHAP-TAHAP PENYUSUNAN KURIKULUM
1. Identifikasi Kebutuhan Masyarakat Terhadap Lulusan
Suatu program studi yang akan menyusun kurikulum atau akan meninjau
kembali kurikulum yang sudah berlaku perlu melakukan identifikasi
kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat mengenai lulusan yang akan
dihasilkan. Tujuan dilakukan idnetifikasi ini adalah agar lulusan yang
dihasilkan dapat diterima di masyarakat karena kompetensi yang dimiliki
sesuai dengan tuntutan.
Sumber informasi yang dapat digunakan untuk menggali kebutuhan
masyarakat dapat berasal dari lembaga, instansi pemerintah atau swasta,
perkumpulan profesi yang diperkirakan akan menjadi tempat lulusan
bekerja. Selain itu juga dapat memanfaatkan alumni yang sudah berkerja
untuk memberikan masukan kepada program studi.
Proses identifikasi ini dapat menggunakan berbagai macam forum seperti
seminar, lokakarya, korespondensi dan lain sebagainya. Cara yang dipilih
harus mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi waktu maupun
biayanya.
9
2. Mendiskripsikan kompetensi lulusan
Setelah informasi yang diperoleh dianggap cukup maka bahan-bahan
tersebut diolah dan dirumuskan. Rumusan yang diperoleh ini akan
menunjukkan kemampuan yang dimiliki oleh lulusan suatu program studi.
Kemampuan ini yang disebut dengan kompetensi lulusan program studi.
Kompetensi lulusan program studi sangat boleh jadi akan terdefinisikan
dalam jumlah yang banyak dan bukan merupakan kompentensi tunggal
saja. Setelah kompetensi lulusan dirumuskan dengan mantap maka
kemudian disusunlah pengalaman belajar.
3. Mendiskripsikan pengalaman belajar
Pengalaman belajar merupakan serangkaian kegiatan yang harus dijalani
oleh peserta didik agar mencapai kemampuan yang sesuai dengan
rumusan pada kompetensi lulusan. Pengalaman belajar tidak disusun
atas dasar penting tidaknya materi belajar tetapi berdasarkan pada
keterkaitannya dengan kompetensi yang dirumuskan oleh program studi.
Oleh karena itu pengalaman belajar harus dirancang dengan tepat agar
tidak terjadi pemborosan waktu tetapi tidak mendukung kompetensi
yang akan dicapai.
Keluasan dan kedalaman pengalaman belajar yang akan disajikan sangat
tergantung pada bentuk kompetensi yang diinginkan.
4. Menyusun bidang kajian
Setelah didiskripsikan pengalaman belajar yang akan dijalani peserta
didik, tahap selanjutnya adalah menyusun bidang kajian. Bidang kajian
inilah yang akan digunakan dalam memberikan pengalaman belajar. Suatu
bidang kajian kemungkinan hanya akan memberikan sebagian dari
kompetensi lulusan. Oleh karena itu bidang kajian yang akan disajikan
harus mencukupi dan mendukung terbentuknya kompetensi lulusan
10
sebuah program studi. Bidang-bidang kajian yang telah teridentifikasi
sesuai dengan kebutuhan kompetensi masih terpisah dan berdiri sendiri.
5. Penamaan bidang kajian
Bidang kajian yang masih terpisah kemudian dikelompokkan. Dasar
pengelompokan adalah menurut kedekatan keilmuan. Urutan penyusunan
bahasan dalam bidang kajian dapat menggunakan teknik hirarkis, sejajar
maupun kombinasi antara keduanya.
Suatu bidang kajian yang dalam dan luas dapat dipecah menjadi sub
bidang kajian, bilamana dianggap perlu. Bidang kajian dan sub bidang
kajian inilah yang akan diberikan kepada mahasiswa dlam pembelajaran
dalam bentuk blok atau mata kuliah. Pemberian bobot kredit dilakukan
dengan mempertimbangkan kedalaman, keluasan dan waktu yang
tersedia di dalam satu semester. Selain itu juga harus ada standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikatornya.
III. STRUKTUR KURIKULUM
Struktur yang terdapat di dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
1. Identitas Lembaga:
Yang memuat Nama Fakultas, Program Studi, Bagian atau sejenisnya
sebagai penyelenggara pendidikan
2. Gelar Lulusan:
Menyesuaikan dengan ketentuan aturan yang berlaku
3. Tujuan Pendidikan:
Merupakan cerminan visi, harapan tentang citra lulusan dari lembaga
penyelenggara pendidikan; termasuk citra kompetensi (sebagai ciri
pembeda antara Fakultas, Jurusan, Program Studi, Bagian seperti:
pengetahuan dan pemahaman, keterampilan intelektual, keterampilan
praktis, dan keterampilan managerial dan sikap.
11
4. Fasilitas utama penyelenggaraan Jurusan/Program Stusi/Bagian
Sarana dan prasarana pembelajaran pendukung seperti media
pembelajaran, laboratorium baik di dalam maupun di luar kampus,
perpustakaan, jaringan informasi dengan lembaga internal maupun
eksternal. Serta tenaga non-edukatif yang telah terlatih guna membantu
penyelenggaraan pembelajaran.
5. Persyaratan akademis dosen
Pendidikan tenaga akademis yang harus dimiliki sebagai penyangga
penyelengga-raan pembelajaran; serta kualifikasi dan relevansinya
dengan lembaga.
6. Penentuan Substansi Kajian Kompetensi
Dengan substansi kajian ini dapat membedakan kompetensi utama dan
kompetensi penunjang
7. Proses belajar-mengajar dan bahan kajian:
Strategi pembelajaran man yang akan dipilih sesuai dengan bahan kajian
tersebut; yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik.
8. Sistem evaluasi berdasarkan kompetensi:
Dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) diseyogyakan menggunakan
sistem evaluasi berbasis kelas. Dengan harapan agar semua kegiatan
peserta didik dapat dihargai secara objektif (progressiveness,
benchmarking, uathentic assessment-portofolio)
9. Pelibatan kelompok calon pengguna (stakeholder):
Sebagai institusi penyedia lulusan (suplay) tentunya harus disesuaikan
dengan calon pengguna atau permintaan (needs) stakeholders agar terjadi
keseimbangan (equalibrium). Calon pengguna dapat dihadirkan di kampus
atau institusi mengadakan survei ke lapangan; studi literer atau dengan
cara lain yang paling sesuai.
12
10. Struktur Kurikulum:
uraian tentang ciri khas kompetensi utama lulusan sebagai pembeda
antara jurusan/program studi/bagian, yang dilihat dari gatra: (1) nilai
pembentuk kehidupan yang berkebudayaan, (2) keterkaitan
komplementer-sinergis di antara kompetensi utama
11.Kurikulum Inti:
Sifatnya nasional, ditentukan secara nasional (given) dari Departemen
Pendidikan Nasional, tidak sampai pada bentuk mata kuliah, dan hanya
berbentuk kompetensi dan substansi-kajian
12.Kurikulum Institusional:
Sifatnya lokal, merupakan kekhususan program studi, dikembangkan oleh
jurusan, program studi, atau bagian sampai dengan penentuan mata
kuliah; pelibatan stakeholder, expert atau trans-expert
13.Format Kurikulum:
Meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator.
14.Format Silabus:
Memuat standar kompetensi, kompetensi-kompetensia dasar, pangalaman
belajar, hasil belajar, indikator pencapaian, langkah pembelajaran yang
memuat kegiatan peserta didik dan materi, alokasi waktu, sistem evaluasi
yang digunakan, serta sarana dan sumber belajar yang digunakan
13
BAB III
PENUTUP
Panduan ini penyusunan kurikulum ini disusun dengan bentuk yang
sederhana dan diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan di
dalam penyusunan maupun peninjauan kembali kurikulum yang berlaku
pada program studi yang ada di semua fakultas pada Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Tidak tertutup kemungkinan pihak diluar Universitas
Sebelas Maret Surakarta menggunakan panduan ini.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung
atau memberikan masukan pada penyusunan Panduan Penyusunan
Kurikulum ini. Semoga bermanfaat.

Ancaman Penjara 1 Tahun, Berciuman di Restoran Dubai


DUBAI–Seorang pria dan perempuan Inggris hadir di pengadilan banding atas dakwaan berciuman di depan umum. Keputusan pengadilan banding pada Ahad waktu setempat (14/3) ditunda sampai bulan depan.

Ayman Nafaji, yang sudah bekerja di Dubai selama 18 bulan, dan teman perempuannya yang sedang berkunjung ke Dubai ditangkap polisi pada bulan November karena berciuman dan bersentuhan di salah satu restoran di Dubai.

Seorang perempuan setempat yang sedang berada di dalam restoran bersama keluarganya merasa tersinggung dengan yang dia saksikan dan melaporkannya kepada polisi.

Di pengadilan, Najafi mengatakan dia hanya mencium teman perempuannya di bagian pipi, namun alasan itu ditolak oleh hakim. Keduanya masih bisa menikmati kebebasan sambil menunggu keputusan pengadilan banding, namun dengan jaminan, dan pihak berwenang Dubai menyita paspor mereka.

Nafaji, 24 tahun, dan teman perempuannya yang berusia 25 tahun diancam dengan hukuman satu tahun penjara jika permohonan banding mereka ditolak. Sidang atas kedua warga negara Inggris ini merupakan kasus terbaru yang menyita perhatian sehubungan dengan undang-undang yang ketat di Dubai.

Bulan Januari lalu, seorang perempuan Inggris ditangkap karena didakwa minum alkohol secara tidak sah dan melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sebelumnya, Juli 2008, sepasang warga Inggris ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara karena dituduh melakukan hubungan seksual di pantai.

Kasus yang dialami Nafaji dan temannya ini mengangkat kembali perbedaan besar antara citra Dubai yang moder, yang tampaknya ingin dikembangkan, dengan nilai-nilai Islam.

Microsoft Tiupkan “Angin Segar” untuk Para Guru


JAKARTA, KOMPAS.com – Microsoft Indonesia meniupkan “angin segar” kepada para guru Indonesia yang saat ini masih sangat memerlukan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi, karena perubahan teknologi sudah sedemikian cepat, sementara banyak guru tertinggal untuk beradaptasi dan menguasai teknologi itu.
Microsoft sangat terbuka terhadap penggunaan open source. Mereka tidak memaksakan diri untuk memakai software-nya.
— Moh. Ihsan

Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal Ikatan Guru Indonesia (IGI) Moh. Ihsan kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (10/3/2010). Ihsan mengatakan, IGI sedang menjalin kesepakatan dengan Microsoft Indonesia untuk meningkatkan mutu guru Indonesia melalui pelatihan teknologi informasi.

Menurutnya, Microsoft berkomitmen memberikan pelatihan kepada sekitar 4.000 guru se-Indonesia selama setahun ini. Diharapkan, hal itu bisa mendapatkan dukungan dari semua pihak, termasuk Kementerian Pendidikan Nasional untuk merealisasikan kerjasama ini.

“Komitmen ini sudah dinyatakan kepada kami dan rancangan perjanjian kerjasamanya sedang kami finalisasi,” tandas Ihsan.

Komitmen tersebut, lanjut dia, merupakan “angin segar” bagi guru-guru Indonesia untuk meningkatkan kompetensinya. IGI sendiri pun tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran untuk membiayai para master teacher yang akan dikerahkan oleh Microsoft untuk melatih para guru tersebut.

“Yang menggembirakan, Microsoft sangat terbuka terhadap penggunaan open source. Mereka tidak memaksakan diri untuk memakai software-nya,” tambah Ihsan.

UJIAN NASIONAL Tolong Ya, Guru Jangan Jadi Joki….


PEKANBARU, KOMPAS.com – Guru jangan menjadi joki saat Ujian Nasional (UN) berlangsung. Begitu juga kepada seluruh siswa, jangan berbuat curang.
Sebab dengan memberikan kunci jawaban itu siswa kita akan malas belajar nantinya.
— Herman Abdullah

Demikian hal itu disampaikan Walikota Pekanbaru Herman Abdullah kepada wartawan di Pekanbaru, Jumat (5/3/2010). Menurut Herman, kalau guru menjadi joki, itu sama dengan membodohi siswanya sendiri.

“Sebab dengan memberikan kunci jawaban itu siswa kita akan malas belajar nantinya, untuk itulah saya menegaskan hal ini,” ujar Herman.

Selain itu, Herman menyarankan seluruh siswa untuk belajar dengan giat dan percaya diri saat menghadapi UN nanti. “Jadi, janganlah berlaku curang, sebab itu merugikan diri Anda sendiri,” ucapnya.

Ditempat terpisah, Kepala Sekolah SMAN 6

KEKERASAN DI SEKOLAH Kadisdik: Sekolah Harus Bertanggung Jawab!


http://www.kompas.co.id
BANDUNG, KOMPAS.com – Kadisdik Kabupaten Bandung, Juhana mengatakan, kekerasan tidak boleh terjadi di lingkungan sekolah, dengan alasan apapun. Apalagi dilakukan pihak sekolah kepada murid.
Jangan jadi kepala sekolah kalau tak mau bertanggungjawab.
— Juhana

“Pihak sekolah harus bertanggungjawab, kan dilakukan oleh satpam sekolah. Jangan jadi kepala sekolah kalau tidak mau bertanggungjawab,” tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Dini Nurwulan, siswi kelas dua SMA Yayasan Karya Pembangunan (YKP) Margahayu, yang Senin (1/3/2010) lalu didorong-dorong dan ditendang oleh penjaga gerbang di sekolahnya hingga kini masih mengalami trauma. Ia tak banyak bicara dan takut pergi ke sekolah.

Menurut ayah korban, Cucu Subarna, puteri pertamanya ini sebenarnya sempat masuk sekolah sehari pascapenendangan. “Namun, ia kembali pulang karena disindir guru-gurunya. Kata mereka, jangan berurusan dengan murid ini lagi. Sedikit-sedikit lapor polisi,” kata Cucu, Jumat (5/3/2010) siang tadi.

Cucu mengatakan, peristiwa berawal saat putrinya hendak meminta izin keluar sekolah untuk membeli pembalut. “Sekitar pukul 09.30, anak saya sedang datang bulan dan meminta izin membeli pembalut. Ia sudah mendapatkan izin secara tertulis,” ujar Cucu.

Warga RT 1/13, Kampung Cieuri, Desa Katapang, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung ini menambahkan, permintaan Dini untuk dibukakan pintu gerbang tidak dipenuhi penjaga yang bernama Iman. Karena kesal tidak digubris dan emosi tinggi akibat datang bulan, Dini sempat marah.

Iman, yang juga mantan pelatih beladiri ini langsung mendorong kepala Dini sebanyak tiga kali dan langsung menendang ulu hati siswa berusia 16 tahun ini hingga jatuh. Bahkan kepalanya sempat terbentur tembok.

“Temannya bernama Indah yang mengangkat Dini,” ujar Cucu.

Terkait peristiwa tersebut, Kadisdik berjanji akan memfasilitasi Dini kalau hendak pindah ke sekolah. Juhana juga akan langsung memantau di lapangan dan berharap kejadian seperti itu tidak terjadi kembali. Mengenai kasus pemukulan itu, Juhana mengatakan, biarlah polisi yang menyelidiki, karena sudah dilaporkan.

SMA YKP Margahayu, yang terletak di Jalan Terusan Kopo 399, Kabupaten Bandung, enggan dimintai konfirmasi wartawan. Gerbang masuknya digembok. Seorang guru yang menemui wartawan dari balik gerbang mengatakan, kepala sekolah dan bagian kesiswaaan tidak ada di tempat. Bahkan, siswa yang pulang sekolah disuruh melewati gerbang belakang. (tribunjabar/zz)

Ditangkap Gara-gara Shalat di Tempat Parkir


sumber : http://www.republika.co.id
NEVADA–Organisasi Muslim Amerika mengajukan keluhan kepada polisi di Nevada setelah tujuh pria ditahan karena shalat di tempat parkir pertokoan setempat. Polisi di kota Henderson melakukan penangkapan itu setelah mendapatkan telpon dari seorang anggota masyarakat yang melaporkan tindakan yang mencurigakan.

Tujuh pria Muslim yang semuanya adalah warga negara Amerika Serikat, tengah berada dalam perjalanan bulan Desember lalu, saat mereka berhenti di tempat parkir di Nevada untuk makan dan sholat. Menurut Dewan Hubungan Amerika Islam, CAIR, saat kembali ke mobil, mereka ditahan polisi selama 40 menit dan mobil mereka digeledah.

CAIR menyampaikan keluhan -karena menurut juru bicara organisasi itu Munira Syeda- shalat bukan merupakan sesuatu hal yang memerlukan tindakan polisi. “Shalat adalah hak warga yang dilindungi konstitusi. Polisi memeriksa mereka termasuk mencari dalam daftar terorisme. Langkah itu membuat kami prihatin. Apakah sembayang merupakan kejahatan” kata Munira Syeda.

Lembaga tersebut menginginkan agar polisi yang terlibat dalam penahanan itu dikenakan sanksi disipliner. Mereka juga menuntut ganti rugi untuk para pria yang sempat ditahan itu. CAIR mengatakan mereka mengakui bahwa shalat di tempat parkir merupakan hal yang tidak biasa di Nevada, namun mereka menekankan polisi seharusnya menyadari aktivitas keagamaan semua anggota masyarakat. Kepolisian Henderson mengatakan mereka tengah menyelidiki insiden itu dan tidak bersedia berkomentar lebih lanjut.

Pelaku Nikah Siri Terancam Kurungan 3 Bulan


sumber tulisan : http://www.kompas.co.id
JAKARTA, KOMPAS.com- Rancangan undang-undang (RUU) peradilan agama tentang perkawinan sudah diajukan Kementerian Agama kepada Presiden Susuilo Bambang Yudhoyono untuk selanjutnya diratifikasi.

Dalam RUU tersebut terdapat pasal yang mengatur sanksi pidana bagi para pelaku nikah siri. Apabila terbukti melakukan nikah siri, para pelakunya terancam dikenai hukuman kurungan maksimal tiga bulan dan denda maksimal Rp 1 juta.

Terkait aturan tersebut, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maaruf Amin menilai wajar apabila para pelaku nikah di bawah tangan dikenai sanksi pidana. “Tidak berlebihan saya kira kalau pelaku nikah siri, lebih tepatnya nikah di bawah tangan mendapat sanksi kurungan. Tapi kalau perbuatannya memang layak diberikan sanksi kurungan,” ungkapnya, Selasa (15/2/2010).

Menurut Maaruf, pelaku nikah siri layak dikenai sanksi pidana apabila pernikahan yang dilakukannya berpotensi merugikan banyak pihak. “Merugikan anak-anak dan keluarganya, menzalimi orang lain, anak-anak jadi tidak dinafkahi atau terabaikan, dan lainnya. Saya kira parameternya luas, agama juga mengaturnya,” ujarnya.

Yang jelas, Ketua Komisi Fatwa MUI itu mengaku mendukung adanya aturan sanksi pidana bagi para pelaku nikah siri asalkan aturan tersebut membawa kemaslahatan bagi masyarakat.

Mulla Sadra: Berbicara tentang Jiwa


sumber tulisan : http://www.republika.co.id
Bagi Sadra, jiwa merupakan substansi.
Jiwa, menarik minat Sadr ad-Din Muhammad Shirazi. Cendekiawan Muslim, yang lebih dikenal dengan nama Mulla Sadra ini, membahas tentang jiwa dalam kajian filsafat yang ia tekuni. Dan, dalam bidang ini, ia menuliskan karya penting. Salah satunya, Al-Hikmah al-Muta’aliyyah fi al-Asfar al-Aqliyyah al-Arba’ah .

Dr Kholid Al Walid, pengajar di Islamic College, Jakarta, dalam Seminar ”Nasional Filsafat dan Mistitisme Islam, Ibnu Arabi dan Mulla Sadra,” di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 16 Januari 2010 lalu, mengatakan, Sadra membahas soal jiwa dalam satu jilid penuh bukunya itu. Buku tersebut terdiri atas delapan jilid.

Dalam karyanya itu, Sadra menyodorkan serangkaian bukti tentang keberadaan jiwa. Ia mengatakan, wujud mumkin merupakan wujud paling utama dan tidak ada kesia-siaan dalam penciptaannya atau dikenal dengan istilah Imkan al-Asryaf wa ‘Adam Abatsiah Khalq al-Mumkinan . Ia pun memberikan penjelasan mengenai hal ini.

Ketika Allah SWT menciptakan makhluk-makhluk-Nya, Dia memulainya dengan penciptaan zat yang paling utama dan sempurna. Zat pertama yang diciptakan, ungkap Sadra, memiliki kualitas yang tak terbatas karena kedekatannya dengan Sang Pencipta dan merupakan ciptaan yang pertama.

Sedangkan zat berikutnya, memiliki tingkat kesempurnaan yang sama dengan zat yang pertama. Namun, kualitasnya di bawah zat yang pertama itu. Sadra pun menyatakan, proses aktualisasi potensi menjadi aksi merupakan proses penyempurnaan wujud. Ini menunjukkan bahwa setiap bentuk wujud tak sia-sia diciptakan.

Menurut Sadra, hal ini hanya bisa terjadi jiwa pada wujud mumkin tersebut dan terdapat elemen yang menggerakkan aktualisasi, yakni jiwa. Ia pun melontarkan bukti lainnya mengenai keberadaan jiwa. Dalam hal ini, ia membicarakan tentang efek dari materi. Misalnya, tentang indera yang bisa mempersepsi apa yang terdapat di sekitarnya.

Pun, mengenai indera yang bisa mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya. Menurut dia, hal ini hanya bisa terjadi jika ada jiwa. Sebab, jika ada materi, tapi tidak memiliki jiwa, materi tersebut tidak mungkin bisa mempersepsikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Sadra menyampaikan pula hal penting lainnya mengenai keberadaan jiwa. Menurut dia, kehidupan adalah jiwa atau al-Hayah Hiya al-Nafs . Terkait hal ini, ia mengatakan, berbagai macam makhluk memiliki indera dan mampu mempersepsi berbagai macam gambaran. Sehingga, makhluk tersebut bisa disebut sebagai makhluk hidup.

Indera yang mempunyai kemampuan untuk mempersepsikan berbagai macam objek itu, ungkap Sadra, berasal dari tiga kemungkinan, yakni sumber utama yang disebut jiwa, fisik yang mempunyai jiwa, atau fisik. Namun, ia menegaskan, kemampuan indera untuk mempersepsikan berbagai objek itu bersumber dari jiwa.

Di sisi lain, Sadra menolak pendapat yang menyatakan bahwa kemampuan indera untuk mempersepsikan objek berasal dari fisik yang mempunyai jiwa. Sebab, fisik sendiri dikendalikan oleh jiwa sehingga jiwalah yang sebenarnya mampu mempersepsikan objek-objek itu. Pandangan bahwa kemampuan indera mempersepsi objek disebabkan fisik, juga ditentang.

Sebab, kata Sadra, fisik itu tidak akan hidup tanpa ada jiwa. Dalam membahas masalah ini, Sadra memberikan contoh. Sebuah perahu, kata dia, akan memberikan manfaat tertentu bagi manusia. Ini terwujud jika ada yang mendayung atau mengendalikannya, yaitu manusia. Tanpa ada orang yang mendayungnya, perahu itu akan kehilangan makna.

Menurut Sadra, perahu itu menjadi materi yang tak bermanfaat. Dengan demikian, bentuk fisik membutuhkan sesuatu yang lain selain dari dirinya. Lebih lanjut, ia melihat jiwa sebagai substansi. Artinya, beragam efek, seperti tumbuh, bergerak, dan berkembang biak pada manusia ataupun binatang disebabkan oleh apa yang ada dalam dirinya.

Namun, diri yang berada di dalam makhluk hidup tersebut bukanlah raga materi melainkan jiwa. Segala bentuk yang menjadi lokus dan sandaran bagi sesuatu adalah substansi. Dan, Sadra menyimpulkan bahwa jiwa adalah substansi. Ia menambahkan pula, terjadinya jiwa bersamaan dengan terbentuknya fisik.

Raga dan jiwa
Sadra menjelaskan, baik jiwa maupun materi pada awalnya, sama-sama berawal dari materi. Materi itu terdiri atas dua unsur, yakni forma dan materi dasar. Lalu, dalam perkembangannya, forma berubah menjadi jiwa dan materi dasar berubah menjadi fisik. Pandangan Sadra ini berbeda dengan pandangan para filsuf sebelumnya.

Sebab, para filsuf itu menganggap bahwa jiwa terlebih dahulu diciptakan, baru setelah itu fisik diciptakan lalu keduanya bersatu dan saling berkaitan. Namun, Sadra juga memiliki pandangan yang hampir sama dengan para filsuf lainnya. Ini soal keterkaitan antara raga dan jiwa.

Para filsuf Muslim menyatakan, jiwa akan tetap hidup meskipun raga telah hancur. Hal itu terjadi karena jiwa bersifat transenden dan tidak bergantung pada raga kecuali sebagai identitas bagi dirinya. Keberadaan jiwa itu menjadi lokus bagi keberadaan raga, namun tidak sebaliknya.

Seorang filsuf yang juga dokter, Ibnu Sina, mengatakan, sesungguhnya jiwa tidaklah mengalami kematian dengan matinya raga. Bahkan, kata dia, jiwa tidak mengalami kehancuran sedikit pun. Tanpa adanya jiwa, raga tak bisa dibangkitkan. Kebangkitan akan terjadi jika jiwa itu ada. Sadra juga memiliki pandangan serupa.

Sadra berpendapat, jiwa tidak mungkin mengalami kehancuran sebab potensi tersebut bukanlah substansi jiwa. Menurutnya, sesuatu yang mempunyai potensi kehancuran adalah sesuatu yang bisa hancur dan itu adalah materi. Sedangkan jiwa, itu merupakan substansi yang bersifat transenden. Sehingga, jiwa tidak mungkin mengalami kehancuran.

Ikatan antara jiwa dan raga, ujar Sadra, merupakan ikatan keharusan atau luzumiyyah . Keterikatan keduanya adalah keterikatan keharusan, seperti ikatan antara materi dan forma. Dalam pandangan dia, raga membutuhkan jiwa secara mutlak dalam aktualisasinya. Sedangkan jiwa, memerlukan raga dari segi keberadaan personalitas dan identitasnya.

Oleh karena itu, Sadra menyimpulkan, posisi raga hanya sebagai reseptif, penerima. Ketergantungan raga terhadap jiwa, ujar dia, adalah ketergantungan mutlak. Ketergantungan ini tak akan lenyap selama jiwa bersamanya dan tidak akan ada, jika jiwa tidak ada.

Kisah Mulla Sadra

Mulla Sadra lahir di Shiraz, Iran, pada 1571 Masehi. Pada 1591, ia pindah ke Qazvin, lalu ke Isfahan pada 1597. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menimba ilmu dalam bidang filsafat dan teologi. Ia memiliki banyak guru, di antaranya adalah Mir Damad.

Sadra menuntaskan pendidikannya di Isfahan yang merupakan pusat intelektual dan kebudayaan termuka pada masa itu. Beberapa waktu kemudian, ia menghasilkan sejumlah karya. Di antaranya adalah Asfar atau Perjalanan .

Karya tersebut berisi sebagian besar filsafatnya yang dipengaruhi oleh pemikiran pribadinya selama ia menyepi di Kahak, sebuah desa dekat Qom, Iran. Ia pun kemudian menjelma menjadi seorang filsuf yang memiliki pemikiran-pemikiran gemilang.

Sadra pun mampu menyerap pemikiran sejumlah filsuf ternama, kemudian mengelaborasinya. Ia mengkaji pemikiran filsafat Ibnu Sina, filsafat iluminasi yang diusung Shihab al-Din al-Suhrawardi, dan metafisika sufi yang dilontarkan Ibnu Arabi.

Setelah lama meninggalkan kampung halamannya, seorang gubernur dari Provinsi Fars meminta Sadra untuk kembali ke Shiraz. Ia pun memenuhi permintaan tersebut. Ia diminta untuk megajar. Kemudian, ia mengajarkan ilmunya kepada banyak murid.

Namun, saat terakhir masa hidupnya, Sadra ditakdirkan tak berada di Shiraz. Mengutip laman muslimphilosophy , maut menjemputnya ketika ia berada di Basra, Irak. Ia lalu dimakamkan di Najaf. Ia mengembuskan napas terakhir saat dalam perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji.

Red:
taqi
Reporter:
Dyah Ratna Meta Novi

Berlebihan, Pecat Siswa Gara-gara Facebook

sumber tulisan : http://www.republika.co.id
TANJUNGPINANG – Wali Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Suryatati A Manan, menilai berlebihan tindakan sekolah yang mengeluarkan empat siswa lantaran menghina gurunya melalui situs jejaring sosial Facebook. “Pihak sekolah sepertinya terlalu berlebihan, anak-anak tersebut juga punya hak untuk belajar,” kata Suryatati usai menghadiri perayaan Tahun Baru Imlek 2561 di Jalan Merdeka Tanjungpinang, Ahad.

Suryatati mengatakan, seharusnya anak-anak tersebut dibina terlebih dahulu sebelum ada tindakan terakhir yang dilakukan oleh pihak sekolah. “Saya akan panggil Kepala Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang,” kata Suryatati.

Sementara itu, Gubernur Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah, mengaku belum mengetahui permasalahan adanya empat orang siswa-siswi di SMA 4 Kota Tanjungpinang yang dikeluarkan dari sekolah karena menghina seorang guru perempuan dengan kata-kata kotor melalui jejaring sosial Facebook. “Saya akan cek dulu, nanti saya akan panggil Wali Kota Tanjungpinang,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang, Ahadi, menilai tindakan sekolah mengembalikan empat orang siswanya kepada orang tua sudah sesuai aturan. Pengembalian siswa ini akibat mereka melakukan penghinaan di jfacebook terhadap seorang guru. “Kami menilai tindakan yang diambil pihak sekolah sudah sesuai aturan dan kami mendukung tindakan yang diambil pihak sekolah untuk mengembalikan siswa tersebut kepada orang tuanya,” kata Ahadi.

Menurut Ahadi, empat orang siswa SMA 4 Tanjungpinang itu semestinya tahu akibat tindakan mereka itu kredibilitas sang guru tercemar di dunia maya. “Seluruh guru juga sepakat untuk mengembalikan mereka kepada orang tuanya, karena tindakan mereka bukan sekali itu saja melakukan tindakan yang tidak pantas, kalau sekali mungkin masih diberikan teguran atau surat peringatan,” katanya.

Wakil Kepala Sekolah SMA 4 Tanjungpinang, Yose Rizal menyebutkan, kata-kata yang ditulis siswanya tersebut di situs jejaring sosial itu sudah menyebut sesuatu yang sensitif bagi seorang perempuan.

Guru Diminta tak Vonis Anak Pintar dan Bodoh


sumber tulisan : http://www.republika.co.id
BANDAR LAMPUNG–Dalam proses belajar-mengajar di sekolah formal, guru kelas dan mata pelajaran seharusnya mencari potensi anak, bukan memvonis anak pintar dan bodoh.

Hal tersebut diungkapkan Guru Besar FKIP Universitas Lampung (Unila), Prof Dr Sudjarwo, dalam seminar pendidikan, Senin (19/10). Menurut dia, seharusnya seorang guru mempunyai kecakapan diagostik dan kompentensi aplikatif.

“Sebagai guru harus bisa menggali potensi atau kemampuan anak didik untuk dikembangkan, bukan memvonis anak ini pintar dan ini bodoh,” ujar Sudjarwo.

Selain itu, Sudjarwo mengungkapkan, seorang guru harus memiliki otonomi untuk mengatur anak didiknya. Selanjutnya, sama seperti organisasi profesi lainnya, guru harus memiliki kode etik. Kode etik yang dikeluarkan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) harus dipatuhi bagi yang tergabung dalam organisasi tersebut. ”Pendidik atau guru harus mempunyai ciri dan prinsip profesionalitas, di antaranya harus ada keahlian khusus,” jelasnya.

Sudjarwo mengutip makna profesional dari UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Yaitu, pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu dan norma tertentu, serta memerlukan pendidikan profesi. Ia menambahkan ciri profesionalitas guru harus memiliki keahlian khusus, selain panggilan hidup. Berikutnya, memiliki teori yang baku lalu mengabdikan diri untuk masyarakat.

Profesionalitas guru berikutnya, kata Sudjarwo, adalah harus mempunyai klien, mempunyai organisasi profesi, dan mempunyai hubungan dengan profesi lainnya. Sedangkan prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh kalangan guru, lanjut dia, ada sembilan hal, yakni memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Kemudian memiliki komitmen terhadap mutu, memiliki kualifikasi akademik, dan memiliki tanggung jawab profesional.

Selain itu, ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh guru. Di antaranya, merencanakan, melaksanakan, menilai dan mengevaluasi, meningkatkan kualifikasi akademik dan mengembangkan kompetensi.

Keliru, Anak Dipaksa “Calistung” di TK


KOMPAS.com — Adanya tes masuk untuk SD unggulan kian menaikkan harapan orangtua atas anak-anaknya, yaitu pada usia TK anak-anak ditargetkan bisa baca-tulis-hitung (calistung). Namun, sebetulnya justru bukan calistung yang harus ditekankan.
Ada kekeliruan, orang merasa anak harus bisa tulis hitung untuk masuk SD.

Roslina Firauli, psikolog anak yang lebih akrab dipanggil Vera, ketika ditanya mengenai tes masuk SD ini mengatakan, secara prinsip dirinya setuju ada ujian. Namun, secara tegas Vera mengatakan, “Ada kekeliruan, orang merasa anak harus bisa tulis hitung untuk masuk SD.” Alasannya, justru kemampuan calistung itu dikembangkan semasa SD, bukan sebelumnya. Otak anak idealnya mulai mempelajari calistung pada usia 6-7 tahun, atau kira-kira kelas 1 atau 2 SD. “Jadi kalau baca tulis hitung untuk masuk SD itu tak tepat,” tuturnya pada Kompas.com via telepon, Jumat (12/2/2010).

“Tapi ujian perlu ada,” ujarnya.

Maksud Vera adalah bahan yang diuji seharusnya adalah tiga hal berikut ini. Pertama, kemampuan psikososial, yaitu kemampuan berinteraksi dengan sesama teman, dan mendengarkan figur otoritas, yaitu guru dan orangtua. Kedua, stimulasi untuk tugas-tugas dasar, seperti mewarnai, menggunting, atau menggambar, terutama untuk bentuk-bentuk dasar seperti lingkaran, kotak, dan segitiga.

Ketiga, lanjut Vera, konsep-konsep dasar seperti pengertian jauh dekat, membedakan warna, mengenali nama-nama binatang, dan mengenali bentuk-bentuk dasar yang disebutkan tadi. “Khusus untuk bentuk-bentuk dasar ini bila si anak bisa mengenali dan menggambarkannya, maka itu bekal untuk mengenali tulisan dan menulis. Tapi bukan berarti si anak yang usia TK dipaksa baca tulis,” katanya.

Menurut Vera, di luar ketiga hal di atas, terutama ujian calistung, sangat tak disarankan.

Sementara Ratih Ibrahim, psikolog personal growth, dalam konteks ujian calistung dengan tegas menyatakan, “Saya menentang ujian masuk SD.”

Ia menjelaskan bahwa memosisikan calon anak SD ke dalam proses seleksi melalui ujian belum-belum sudah memberikan stres yang tidak perlu. Mempertimbangkan kemungkinan orangtua jadi panik karena ada ujian masuk SD ini akan menambah tingkat tekanan kepada anak-anak kecil ini.

“Potensi kerusakan emosional yang ditimbulkannya besar sekali. Dan dampak traumanya ke masa depan bisa mengerikan, sebetulnya. Bisa-bisa anak-anak jadi tidak mau sekolah, benci sekolah, dan mengembangkan sikap anti-sekolah,” katanya.

Ratih juga berpendapat bahwa tes seharusnya konsep dasar saja, seperti bentuk bangun, warna, dan konsep besar kecil. “Jadi masyarakat tak panik,” tegasnya.

Dari Kemdiknas sendiri sebetulnya dikenal program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Dalam situsnya, Kemdiknas menyebutkan bahwa PAUD memang lebih menekankan konsep bermain, walaupun ujungnya memang bisa mengajarkan anak untuk calistung. Namun, orangtua justru mengira PAUD itu adalah untuk calistung saja, dan malah menolak kegiatan bermain. Sepertinya memang butuh sosialisasi lebih agar masyarakat, pemerintah, dan sekolah-sekolah serempak dalam kebijakan ujian ini.

Sekolah Dikhawatirkan Ambruk Murid Terpaksa Belajar di Rumah Warga

sumber : KOMPAS.com — Sebanyak 46 murid SDN Warurejo 1 di Desa Warurejo, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, terpaksa belajar di sejumlah rumah warga di desa tersebut karena pihak sekolah khawatir ruang kelas mereka ambruk.

Murid-murid yang belajar di rumah warga itu murid kelas satu (28 murid) dan kelas dua (18 murid). Pasalnya kondisi ruang kelas merekalah yang paling berpotensi ambruk daripada ruang kelas lain. Kayu penyangga atap di dua kelas tersebut lapuk. Pemindahan kegiatan belajar-mengajar ke rumah warga dilakukan sejak Senin (1/2/2010).

Kepala Sekolah SDN Warurejo 1 Surojo, Selasa, mengatakan, sebetulnya selain dua kelas ini, ada dua kelas lain yang juga dikhawatirkan ambruk. Kedua ruang kelas ini biasa dipakai kegiatan belajar-mengajar kelas III dan IV. Namun, pihak sekolah menilai kondisinya tidak separah kondisi ruang kelas I dan II sehingga belum perlu dipindahkan.

Murid-murid kelas satu dan dua itu melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di rumah Ciptoutomo dan Karmun, dua warga Warurejo yang ruang tamunya cukup luas. Baik Ciptoutomo dan Karmun secara sukarela mempersilakan ruang tamu mereka digunakan murid-murid SDN Warurejo 1. Mereka tidak meminta sepeser pun uang sewa kepada pihak sekolah.

Surojo mengatakan, kondisi bangunan sekolah yang sudah berusia tua itu semakin buruk awal Januari 2010. “Hujan deras dan angin kencang membuat atap dua ruang kelas itu seperti mau ambruk,” tambahnya.

Dia mengaku telah melaporkan kondisi sekolah itu ke Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun. Surojo pun meminta agar sekolah tersebut segera diperbaiki.

“Informasinya tahun ini akan mendapatkan dana perbaikan. Melihat perbaikan sekolah rusak lain di Madiun, biasanya biaya perbaikan baru cair pertengahan tahun. Mungkin kami pun baru memperoleh dana itu pertengahan tahun 2010,” ujarnya. Dia sangat berharap, dana perbaikan bisa lebih cepat cair agar kegiatan belajar-mengajar dapat dilakukan di sekolah lagi.

said agil : menjadi muslim moderat itu tak mudah


sumber : http://www.republika.co.id
AKARTA–Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, mengatakan kezaliman terhadap umat Islam sudah sangat serius. Sebab itu, untuk bersifat moderat nampaknya merupakan hal yang sulit.

“Terdapat dua kezaliman yang berada di hadapan umat Islam. Pertama Kezaliman politik internasional melalui wajah Dewan Keamanan PBB dan kedua, kezaliman Moneter dengan mata Uang dollar sebagai kolateralnya,” tegasnya saat penutupan Rakernas I Majelis Alumni IPNU di Jakarta, Senin (1/2).

Kezaliman politik, kata Siradj, banyak disebabkan oleh keberadaan Dewan Keamanan PBB. Keputusan yang telah dirumuskan bersama negara-negara anggota PBB lenyap seketika ketika satu dari lima anggota DK PBB mem-veto. Ketidakadilan inilah kata dia, kerap merugikan umat Islam.

“Harusnya, DK PBB itu isinya organisasi-organisasi dunia seperti OKI, ASEAN, Uni Afrika, Uni Eropa, dan lain-lain, tidak hanya 5 negara saja,” katanya.

Kezaliman kedua, papar Siradj, berasal dari penggunaan mata uang dollar sebagai kolateral pengganti emas. “Indonesia misalnya mau mengeluarkan emas maka harus membeli dollar sebagai kolateralnya,” katanya.

“Dua hal inilah yang menyebabkan umat Islam untuk berbuat moderat itu sulit. Bagaimana tidak berat, lha wong kita dizalimi. Sulit untuk mencegah itu,” tegasnya.

“Hal itu pula yang menyebabkan ekstrimisme berkembang, Bukan karena kebodohan mereka bersifat seperti itu, tapi karena kezaliman berada di depan mereka. Orang-orang ekstrimisme itu tidak bodoh,” tukasnya.

Oleh karenanya, kandidat Ketum PBNU ini menilai, kedua hal inilah tantangan berat yang ada di depan mata umat Islam di seluruh Indonesia.
Redaksi – Reporter
Red:
taqi
Reporter:
cr2

Pelajaran Agama Ditambah, Ulama Ikut Mengajar

Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono
Senin, 1 Februari 2010 | 17:28 WIB

KOMPAS/NUR HIDAYATI
Ilustrasi: Bagi mereka yang muslim, siswa baru juga diwajibkan memiliki ijazah Diniyah Awaliyah, sementara SMA/SMK berupa ijazah Diniyah Wustho.
BANDUNG, KOMPAS.com – Pemerintah Kota Banjar, Jawa Barat, melakukan improvisasi di bidang pendidikan dengan menambah jam mata pelajaran Agama. Uniknya pula, pelajaran Agama ini langsung diampu oleh para ulama setempat.

“Ini kami lakukan karena selama ini ada kritik bahwa pendidikan budi pekerti di sekolah sangat kurang”
— Saeful Akbar

Diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjar Saeful Akbar, Senin (1/2/2010), penambahan jam mata pelajaran Agama itu dilakukan selama dua jam per minggu. Itu dilakukan tidak hanya untuk SD, melainkan di seluruh jenjang pendidikan, yaitu hingga SMA. Kini, pelajaran Agama di Banjar mencapai 4 jam per pekan.
“Ini kami lakukan karena selama ini ada kritik bahwa pendidikan budi pekerti di sekolah sangat kurang,” ujarnya menyebutkan alasan kebijakan Pemkot Banjar memberi tambahan jam pelajaran Agama tersebut di sekolah.
Para pengajarnya, ucapnya, adalah para ulama. “Kami bekerjasama dengan MUI Kota. Mereka pun digaji dari APBD,” ungkapnya kemudian.
Di Banjar, bagi mereka yang muslim, siswa baru juga diwajibkan memiliki ijazah Diniyah Awaliyah, sementara SMA/SMK berupa ijazah Diniyah Wustho. Lembaga-lembaga setingkat Diniyah ini mendapat bantuan dari APBD setempat.

Menag: Gagalkan Gugatan Kebebasan Beragama di MK


sumber/tulisan : http://www.depag.go.id

Medan(Pinmas)–Menteri agama Suryadharma Ali mengajak seluruh ormas Islam dan komponen Islam serta umat beragama untuk bersama-sama menjadi satu kekuatan menggagalkan gugatan sekelompok massa terhadap kebebasan beragama. “Dengan dukungan dari semua pihak, saya merasa makin kuat dan makin tegar untuk menggagalkan sekelompok orang atau LSM yang menggugat kebebasan beragama ke MK,“ tegas Menag dalam pengarahan dan pembekalan terhadap jajaran Kementerian Agama di wilayah Kanwil Sumatera Utara dan sejumlah pimpinan Perguruan Tinggi serta Ormas Islam di Medan, Jumat (29/1).

Dijelaskan Menag bahwa agama yang diakui di Indonesia ini ada enam. Yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu. “Pengakuan terhadap enam agama ini dianggap diskriminatif, kemudian UU no 1 PNPS tahun 1965 dihadap-hadapkan dengan UUD pasal 28 E soal kebebasan oleh sekelompok orang ini,“ tegas Menag. “Ini sangat berbahaya,“ tambahnya.

Diakui Menag bahwa saat ini pihaknya bersama Menkum HAM tengah menyiapkan argumen-argumen hukum yang tepat untuk menggugurkan dalil-dalil yang digunakan sekelompok orang dalam menggugat kebebasan beragama.

“Menteri Agama dan Menkum HAM menjadi kuasa pemerintah terhadap gugatan sekelompok orang ke MK soal kebebasan beragama. Saya minta bantuan pada PBNU dan seluruh ormas lainnya dan komponen Islam untuk menghadapi gugatan ini bersama-sama,“ tegas Menag.

Selain itu, Menag juga mengajak seluruh komponen lima agama lainnya untuk bersama-sama menghadapi gugatan ini. Yaitu Kristen, Katolik, Hindhu, Budha dan Konghuchu. “Ini merupakan perjuangan bersama, perjuangan umat beragama. Mari kita hadang ini bersama-sama,“ tambah Menag.

Dikatakan Menag bahwa pemerintah telah menetapkan enam agama di Indonesia ini. Yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu. Menag sangat mengkhawatirkan jika nantinya ternyata MK mengabulkan gugatan tersebut. “Jika gugatan ini dikabulkan, maka aliran sepeti Ahmadiah, Surga Eden bisa menjadi agama baru. Artinya, bisa saja nanti ada seratus agama jika ternyata gugatan itu dikabulkan. Kebebasan itu ada batasnya, tidak mutlak dan absolut,“ tandas Menag.

Diakui Menag, dalam era kebebasan yang nyaris tanpa kendali sekarang ini, tidak sedikit diantara umat yang polos dalam beragama menjadi sasaran empuk berbagai paham dan aliran yang bertujuan untuk merusak citra Islam dan memecah belah kaum Muslimin. “Untuk itu ormas-ormas Islam saya harapkan bersanding bahu dalam semangat ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan untuk menyelesaikan tantangan dan permasalahan umat dan bangsa.

Diakui Menag bahwa persoalan gugatan ini dampaknya akan lebih dahsyat dari isu Bank Century yang saat ini tengah bergulir. “Jika MK sampai mengabulkan gugatan tersebut, ini bisa menimbulkan reaksi besar dari umat beragama,“ tandasnya.

MUI dan ormas Islam Sumut Dukung Penuh

Pada kesempatan yang sama, pihak MUI Sumatera Utara dan seluruh ormas Islam yang ada di Sumatera Utara menyatakan dukungan penuhnya pada sikap yang diambil oleh Menteri Agama.Pada pernyataan sikap bersama yang dibacakan Ketua MUI Sumatera Utara Abdullah Syah, selain mendukung langkah Menag dan Menkum HAM, mereka juga meminta MK untuk menolak gugatan tersebut.

“Kami meminta kepada Ketua MK untuk menolak judicial review terhadap uji kewenangan dan materi perundang-undangan tentang kebebasan beragama dengan pertimbangan filosofis, yuridis dan sosiologis serta dalam rangka menjaga keutuhan NKRI,“ papar Abdullah Syah. Pernyataan sikap tersebut ditandatangani antara lain oleh pimpinan NU Sumut, Muhammadiyah, BKPRMI, Ittihadiyah, DMI, BKMT Sumatera Utara.(rep/osa/ts)

Diupload oleh TS (-) dalam kategori Menteri Agama pada tanggal 29-01-2010 00:00

rekonstruksi mindset madrasah


gambar madrasah NW sanggeng lombok tengah NTB

by budi santosa

ada satu cara berfikir yang sudah berurat dan berakar oleh para punggawa madrasah, kepala madrasah, guru madrasah dan pengelola madrasah lainnya. pemahaman ini kemudian menjadi ayat-ayat suci para pengelola madrasah. adalah benar bahwa membangun madrasah yang berkualitas didukung dengan bangunan fisik madrasah yang memadai, fasilitas yang cukup, sarana dan prasarana yang mendukung, tetapi mindset para pengelola madrasah tentang semua itu adalah di atas segalanya, bangunan madrasah yang bertingkat dua, tiga atau bahkan empat tingkat akan menjadi ukuran madrasah itu adalah madrasah yang bertaraf berkemajuan dibanding madrasah yang mempunyai bangunan sederhana. maka persoalan mutu madrasah menjadi persoalan yang tidak begitu penting. berbicara mutu, maka banyak hal yang harus dibicarakan. saya tidak akan menguraikan seperti apa mutu dan kualitas madrasah, saya lebih senang menyebutnya dengan bagaimana membangun budaya madrasah. budaya madrasah dalam menbangun suasana belajar, suasana membaca, suasana madrasah yang bersih, asri, dan menyenangkan. banyak madrasah yang mempunyai bangunan yang mentereng tapi kebersihannya cukup menghawatirkan, hampir tidak kita temukan madrasah yang begitu serius menjaga kebersihan madrasahnya, sebenarnya persoalan kebersihan adalah tanggungjawab semua elemen madrasah, siswa madrasah bisa dilibatkan untuk menjaga kebersihan madrasah, misalnya mengadakan lomba kebersihan ruangan dan halaman madrasah setiap bulannya. dengan demikian siswa akan termotivasi untuk menjaga kebersihan dan keindahan ruangan dan halaman kelasnya, tanpa harus memaksa mereka menjaga kebersihan madrasah. menumbuh kembangkan budaya dan suasana belajar dan membaca siswa tidak harus dengan mempunyai bangunan perpustakaan yang mewah. pengelola bisa membuat pojok-pojk baca disudut ruangan kelas, bisa juga membuat tempat-tempat duduk baca di halaman sekolah dengan menyediakan buku-buku disudut halaman madrasah, buku-buku yang disediakan madrasah tidak harus buku-buku yang terlalu serius dan membutuhkan siswa untuk berfikir, tapi buku-buku komik yang menarik dan senang dibaca siswa juga hendaknya disediakan, yang terpenting adalah bagaimana menjadikan siswa mempunyai hobi membaca. bangunan madrasah yang mewah tidak menjamin mutu siswanya baik, tetapi madrasah yang dibangun dengan mindset cara berfikir dengan membangun budaya madrasah adalah jaminan penting menuju madrasah yang maju dan berkualitas

my n my


my life

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…” (Kahlil Gibran)

“Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini… pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang” (Kahlil Gibran)

“Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai… Dan, apa yang kucintai kini… akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai… dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya” (Kahlil Gibran)

Yuk, Ajari Si Kecil Membaca!


KRISTIANTO PURNOMO/KOMPAS IMAGES

Kamis, 7 Januari 2010 | 16:19 WIB

Ilustrasi: Semakin banyak buku Anda bacakan kepada anak, maka semakin banyak kosa kata dikenalnya dengan baik dan terkuasai.

sumber tulisan : KOMPAS.com – Perlu diketahui, anak balita tidak belajar membaca menggunakan matanya, melainkan dengan telinganya. Sebagai orang tua, Anda dapat membantunya mengenali huruf dengan mengajaknya berbicara, membacakan buku, mendongeng, bernyanyi, atau bermain tebak kata.
“Memang, untuk menumbuhkan rasa suka membaca pada anak, Anda harus menjadi contoh baginya,” Edward Fry.

Dalam bukunya berjudul How To Teach Reading: For Teachers, Parents, Tutors, Edward Fry mengatakan, tidak ada yang lebih baik untuk melatih kecerdasan balita kecuali dengan mengajarkan membaca. Karena untuk mengasah otak mereka, pengenalan huruf dan angka sangatlah penting dilakukan para orang tua.

Bahkan, dengan sangat yakinnya, Fry mengatakan, mengajarkan anak membaca tidak membutuhkan waktu lama hingga si anak duduk di bangku sekolah. Sejak dini usianya, anak-anak sudah dapat ditularkan nikmatnya membaca. Karena, Fry bilang, seorang anak yang tumbuh dengan rasa nikmat dan senang membaca akan lebih cepat memperdalam ilmunya ketimbang yang malas membaca.

Namun toh, Fry sadar, tidak selalu mudah untuk bisa mengajar balita membaca. Bagaimana caranya? Fry menggariskan beberapa tips ringan berikut ini:

– Dalam perkembangannya, mulai sejak lahir hingga berusia tiga tahun, anak Anda lebih mendengarkan kata-kata yang Anda dan lingkungan sekitarnya ucapkan sampai akhirnya dia bisa belajar berbicara, membalas sapaan, mendengar dan mengikuti perintah, dan sebagainya. Dari situlah bisa Anda camkan, bahwa sebelum mulai bersekolah pun, Anda bisa membantunya menyiapkan diri untuk bisa membaca.

– Teguhkan prinsip, bahwa semakin banyak buku Anda bacakan kepada anak, maka semakin banyak kosa kata dikenalnya dengan baik dan terkuasai. Bermacam dan bervariasinya perbendaharaan kata si anak ini akan memudahkannya mengenal bermacam kata saat mulai dapat membaca.

– Sambil membacakan buku, ajak anak Anda mengeja. Ambil kata-kata yang mudah dan pendek terlebih dahulu. Setelah menguasai kata-kata yang mudah dan pendek, Anda dapat mulai mengajarnya mengeja kata-kata yang lebih panjang.

– Jangan terburu-buru membacakan cerita. Tunjuk tiap kata dan tiap huruf kepadanya. Hal ini agar anak mulai bisa mengingat-ingat dan mengenali setiap kata dan huruf yang dilihatnya.

“Memang, untuk menumbuhkan rasa suka membaca, Anda harus menjadi contoh baginya. Rasa suka membaca sejatinya akan tumbuh jika ia sering melihat orang tuanya membaca buku di dalam kesehariannya,” ujar Fry.

Nah, sudah siap membantu anak Anda bisa membaca?

pakar pendidikan : sertivikasi keliru seharusnya dihentikan


gambar : google image

sumber/penulis : republika 26 Januari 2010

BANDUNG–Sertifikasi guru yang tidak berdampak pada peningkatan kualitas mengajar guru, ternyata sudah diprediksi oleh pakar pendidikan sebelum program tersebut digulirkan. Salah satu pakar yang sudah menyatakan hal itu adalah pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Said Hamid Hasan.

Menurut Said, dari awal dirinya sudah menyatakan sertifikasi tidak akan berdampak pada peningkatan kualiatas. ”Sertifikasi itu secara konsep memang salah dan hanya menghabiskan uang,” ujar Said kepada Republika, Selasa (12/1).

Said menilai apa yang disertifikasikan oleh pemerintah sebenarnya di lapangan sudah dimiliki oleh guru. Karena, portofolio sertikasi itu merupakan pengakuan kemampuan yang sudah dimiliki guru. Guru yang mengajar, sudah memiliki akta untuk mengajar tapi harus punya sertifikat lagi.

”Secara konsep sertifikasi memang keliru kalau dikaitkan peningkatan kualiatas. Sertifikasi dihentikan saja. Guru-guru sudah ada akta mengajar,” cetus Said.

Kalau pemerintah ingin guru di Indonesia memiliki kemampuan tertentu,

sambung Said, tidak perlu dikaitkan dengan sertifikasi. Sebaiknya, guru diberikan pelatihan. Setelah menyelesaikan pelatihan itu, baru diberikan sertifikat yang sesuai dengan apa yang sudah dilatihkan.

Selama ini, kata Said, untuk memenuhi persyaratan sertifikasi beberapa guru ada yang asal mengikuti seminar hanya untuk memperoleh sertifikatnya. Hal itu wajar, kata dia, karena mereka memang tidak dirancang utk mengikuti seminar. ”Kalau sekarang mereka tidak punya sertifikat seminar dan berbondong-bondong mencari sertifikat seminar, itu bukan salah mereka,” jelasnya.

Karena program sertifikasi guru ini sudah berjalan, kata Said, jika akan dihapuskan maka pemerintah harus mengambil langka untuk menghilangkan kesenjangan antara guru yang sudah memiliki sertifikasi dan tidak. Salah satu cara yang bisa ditempuh, lanjut dia, semua guru yang sudah bergelar S1 dan memiliki akta mengajar, sebaiknya memperoleh hak sesuai dengan sertifikat guru yang sudah disertifikasi.

”Untuk guru yang belum S1 sebaiknya diberikan program masuk S1. Kalau tidak memiliki akta mengajar, harus menempuh program akta itu dulu,” tegas Said.

dikti minta ujian masuk perguruan tinggi dihapuskan

sumber/penulis : republika online, Sabtu, 23 Januari 2010, 18:06 WIB
printSend to friend

gambar diambil dari detiksurabaya

DEPOK–Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) meminta perguruan tinggi (PT) memperluas kesempatan belajar kepada masyarakat. Sekretaris Dikti, Haris Iskandar, mengatakan perguruan tinggi harus mempermudah akses masyarakat, caranya dengan dihapuskan saringan masuk dalam penerimaan mahasiswanya.

“Konsepnya, Everybody Welcome, siapa saja dipersilahkan belajar,” tegas, saat menjadi narasumber di Simposium Nasional Pendidikan Vokasi di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), Depok, Kamis (21/1).

Haris mengatakan, dari data yang dimiliki Dikti, tercatat lulusan sekolah menengah umum yang melanjutkan ke perguruan tinggi hanya sekitar 7 persen saja. Hal ini, disebabkan masih mahalnya biaya pendidikan dan susahnya akses masuk ke perguruan tinggi sehingga muncul stigma di masyarakat bahwa pendidikan perguruan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kaum tertentu saja.

“Padahal, sekarang ini ada UU BHP mematok angka 20 persen mahasiswa tiap tahun. Anggaran untuk pendidikan juga cukup besar, sekitar 200 triliun dari total 1.047 triliun APBN,” beber Haris.